Pengarang: Moemoe Rizal
Penerbit: Gagasmedia
Tahun terbit: 2013
Halaman: 435
Harga: Rp. 57.000 (bukabuku.com Rp. 48.450)
Buku ini sebetulnya merupakan salah satu hadiah UnforgotTen Gagasmedia tahun lalu, dan sebetulnya lagi, bukannya saya nggak niat baca di antara 9 buku lainnya sehingga review-nya telat banget. Cuma, buku ini keburu dipinjam teman kantor sebelum saya baca dan baru balik akhir Januari lalu. Eeeh, pas banget dengan tema baca BBI bulan ini yang tentang travelling. Jadi ya sudah.. nunggu momen deh buat bacanya.
Bangkok, The Journal bercerita mengenai Edvan, seorang arsitek muda yang kaya raya dan bisa dibilang memiliki segalanya. Sayangnya, hubungannya dengan ibu dan adik laki-lakinya, Edvin, tidak baik. Sudah bertahun-tahun Edvan tidak pulang dari Singapura, tempat tinggalnya, ke Bandung, karena marah dengan ibunya yang memiliki jalan pikiran yang berbeda dengannya dan adiknya yang kemayu. Sampai suatu hari Edvan mendapat kabar kalau ibunya sudah meninggal dunia dan meninggalkan surat wasiat untuknya.
Pertemuan kembali Edvan dengan adiknya, Edvin, sungguh mengejutkan karena kini Edvin sudah berubah jenis kelamin menjadi wanita dan namanya sudah berganti menjadi Edvina. Ya, Edvin adalah seorang transgender. Ajaibnya, wajahnya menjadi sangat mirip dengan ibu mereka, Artika. Edvin menyampaikan sepotong kalender bertahun 1980 yang di baliknya terdapat pesan Artika. Ternyata, itu adalah lembar terakhir dari 7 jurnal yang disebar Artika pada tahun 1980 di Bangkok, Thailand. Edvan harus mencari enam jurnal sebelumnya. Itulah wasiat Artika untuk Edvan.
Edvan akhirnya pergi ke Bangkok ditemani Edvin, yang akan ke Pattaya untuk mengikuti Miss International Queen, kontes kecantikan waria. Atas rekomendasi seorang pramugari pesawat yang dinaikinya, Edvan lalu berkenalan dengan Charm, seorang wanita lokal yang dulu pernah bersekolah di Indonesia dan mantan pramugari Indonesia Airbridge. Charm bertugas menemani Edvan berkeliling Bangkok mencari jurnal Artika.
Perjalanan mencari jurnal membawa Edvan memasuki pelosok-pelosok kota Bangkok, dimulai dari kawasan pecinan Sampan Tawong, Grand Palace, Wat Pho, sampai akhirnya ke Pattaya. Pencarian jurnal tidak selalu mudah, malah ada kalanya Edvan menghabiskan waktu cukup lama untuk menemukan satu jurnal. Namun, semakin lama menghabiskan waktu di Bangkok, semakin Edvan banyak belajar untuk berdamai dengan masa lalunya. Selain itu, rasanya ia telah jatuh cinta dengan Charm.
Bagaimana petualangan Edvan selanjutnya? Harta karun apa yang ada di balik jurnal sang Ibu?
Bangkok, The Journal merupakan sebuah novel yang unik. Cerita ini diceritakan dari sudut pandang si tokoh utama alias Edvan yang nyebelinnyaaaaa.... banget-banget. Jarang kan, ketemu tokoh utama yang nyebelin banget? Edvan ini, selain over-PD, dia juga bermulut kasar, narrow-minded, dan seenaknya. Iya sih dia memang arsitek yang berprestasi dan, dengan kekayaan yang ia miliki pada umur semuda itu, tentu saja ia berhak bangga akan dirinya. Tapi yaa... tetep aja rasanya pengen nyubit-nyubit dia seandainya dia ada di dunia nyata. Tapi bukan berarti cerita ini jadi nyebelin lho. Malah sebaliknya, gaya bertutur Edvan yang blak-blakan dan suka nggak disaring itu membuat cerita mengalir dengan enak dan rasanya seperti mendengarkan teman sendiri yang bercerita di hadapan kita.
Nah, berhubung si Edvan ini tampaknya orang yang demen ngoceh (dan membanggakan dirinya pastinyaaa...) maka kisah perjalanannya di Bangkok pun disampaikan dengan asyik. Bukan semata-mata memberikan deskripsi tempat yang membosankan seperti layaknya isi buku panduan travelling, Edvan juga menceritakan kesannya terhadap tempat yang dikunjungi dan orang-orang setempat yang ia temui. Misalnya, ketika ia dikerumuni penipu di Grand Palace dan Wat Pho, atau ketika sakit-sakit setelah ikutan Max thaiboxing. Selain itu, perubahan sikap dan cara pandang Edvan terhadap sekitarnya dari awal hingga akhir cerita pun terlihat jelas. Nah, untuk yang ini, buat saya cukup menyentuh, terutama mengenai cara pandang Edvan terhadap adiknya, Edvin. Duuh itu so sweet banget deh!! Perkembangan karakter Edvan sangat terasa di buku ini.
Namun demikian, ada beberapa hal yang mengganjal di otak saya, yaitu mengenai: 1) Edvan berapa lama sih sebenarnya di Bangkok? Pekerjaannya nggak apa-apa ditinggal selama itu? 2) uangnya banyak banget yaa... 3) Itu yang di pengadilan sebenarnya gimana sih? Siapa lawan siapa? Edvan di pihak mana? Lalu gugatannya apa dan bagaimana putusannya?
Sebagai penutup, untuk bagian travelling dan isu transgendernya, novel ini sangat memuaskan. Cara penyampaian ceritanya yang hidup juga sangat mudah untuk saya nikmati. Hanya, yaa itu, 3 hal yang mengganjal di otak saya membuat saya hanya memberikan bintang 3 di Goodreads untuk novel ini.
Untuk Baca Bareng BBI bulan April tema Travelling
unik juga ya na, ngangkat isu tentang transgender segala...kirain model2 romens standar aja :D jadi pingin jalan2 ke bangkok hahaha
BalasHapusIyah, setuju sama Mbak Astrid. Aku baca review-nya aj sudah pengen jalan2 ke Bangkok juga :D
BalasHapusaku suka banget sama buku ini, salah satu seri STPC terfavorit :)
BalasHapusCukup seru sih.. tapi kalo buatku, banyak yang ganjel. Lebih suka London walau nggak seheboh Bangkok.
Hapus