Judul buku: If I Stay (Jika Aku Tetap Disini)
Pengarang: Gayle Forman
Tahun terbit: 2009/2011 (Indonesia)
Jumlah halaman: 199 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Di suatu musim dingin, Mia bersama keluarganya: Mom, Dad, dan Teddy adiknya, mengalami kecelakaan mobil parah. Namun anehnya, Mia baik-baik saja. Ia hanya terduduk di pinggir jalan sambil menatap kekacauan yang terjadi. Ia melihat Dad dan Mom tergeletak tidak bernyawa di jalanan. Ia melihat mobil yang ringsek. Lalu ia melihat sebuah tangan yang ternyata adalah tangannya sendiri. Ia melihat tubuhnya sendiri, tergeletak bersimbah darah dan dalam posisi mengenaskan. Jiwa Mia telah terlepas dari tubuhnya. Mia lalu melihat segalanya. Bagaimana tubuhnya diselamatkan paramedis, dibawa naik helikopter, dioperasi, sampai dibaringkan di ruang ICU. Ia melihat bagaimana sanak saudaranya berdatangan. Ia mendengar kabar bahwa adiknya telah meninggal juga.
Selama menunggu di rumah sakit, Mia mengingat-ingat kejadian-kejadian di 17 tahun hidupnya. Tentang ayahnya yang bekas rocker namun sekarang menjadi guru, tentang kecintaannya pada cello yang membawanya untuk mendaftar kuliah di Juilliard, dan tentang Adam, kekasihnya yang juga gitaris band punk, yang sangat dicintai dan mencintainya.
Ketika akhirnya Adam datang ke rumah sakit dan memintanya tinggal, Mia berada di persimpangan: haruskah ia pergi atau tetap tinggal?
*******
Judul buku: Where She Went (Setelah Dia Pergi)
Pengarang: Gayle Forman
Tahun terbit: 2011/2011 (Indonesia)
Jumlah halaman: 231 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
"Jika kau tinggal, aku akan melakukan apa saja yang kau inginkan. Aku akan berhenti main band, pergi bersamamu ke New York. Tapi jika kau ingin aku menghilang, aku juga akan melakukan itu... Aku sanggup kehilangan kau seperti itu asalkan aku tidak perlu kehilangan dirimu hari ini. Aku akan melepaskanmu. Jika kau tetap hidup."
Tiga tahun berlalu sejak kecelakaan yang menimpa Mia Hall. Dan gadis itu berhasil bertahan hidup, pulih, dan kuliah di Juilliard. Namun ia memilih untuk meninggalkan Adam.
Adam kini seorang personil band tenar, namun kehidupannya hancur. Tergantung obat-obatan dan kehilangan semangat hidup. Ia selalu bertanya-tanya, apa alasan Mia memutuskan hubungan dengannya begitu saja, tanpa kejelasan? Apakah ini karmanya karena telah membangunkan Mia dari komanya?
Lalu, ketika kebetulan berada di New York, satu hari sebelum berangkat ke London untuk tampil bersama band-nya, Adam melihat konser cello Mia dan memutuskan untuk menontonnya. Tanpa disangka Adam, hal itu mempertemukannya kembali dengan Mia, yang mencari Adam setelah konser.
Adam dan Mia memiliki satu hari sebelum Adam bertolak ke London dan Mia ke Jepang. Akankah Adam berhasil mendapatkan Mia kembali atau mereka harus mengikuti takdir untuk pergi ke dua arah yang berlawanan, untuk tidak bertemu lagi?
Hidup memang penuh pertanyaan, namun juga menyediakan jawabannya. Pada waktunya.
Kedua buku ini saya selesaikan dalam waktu dua hari saja. Begitu saya mulai membaca If I Stay, saya tidak bisa berhenti. Tanpa sadar, hari ini pukul 1 pagi, saya sampai pada halaman terakhir Where She Went, dan akhirnya saya bisa tidur dengan pulas.
Kedua buku ini memiliki feel yang berbeda, mungkin karena memakai dua sudut pandang pencerita yang berbeda dan dalam kurun waktu yang berbeda pula.
Kisah pertama, If I Stay, diceritakan dari sudut pandang Mia yang punya kepribadian serius dan perfeksionis. Dari sudut pandang orang yang bisa latihan cello 8 jam per hari demi mencapai kesempurnaan dalam memainkan suatu lagu. Satu lagi, Mia saat bercerita berada dalam kondisi metafisik alias sedang berada di luar tubuhnya. Emosi Mia nyaris datar dalam setiap kisah yang dituturkannya. Namun, kisah kilas balik Mia benar-benar mengena di hati. Lewat cerita Mia, saya bisa merasakan kehangatan keluarga Mia, cinta Adam pada Mia, kedekatan Mia dengan Kim, sahabatnya, dan juga betapa Mia sangat mencintai orang-orang tersebut. Saya juga dibuat mengerti tentang passion Mia dalam hal bermusik klasik. Top banget deh cerita tentang musik klasiknya! Cerita Mia tidak emosional, bahkan cenderung datar. Namun itu bukan karena ketidakpiawaian penulisnya. Itu lebih karena memang begitulah seorang Mia akan bercerita.
Di buku Where She Went, Adamlah yang menjadi tokoh utama. Adam cenderung romantis dan emosional. Maka kisahnya diwarnai lebih banyak emosi dan detail. Karena mengambil setting 3 tahun setelah cerita pertama, disini diceritakan mengenai masa-masa pemulihan Mia dan bagaimana emosi Mia berubah pasca kecelakaan itu, yang turut mempengaruhi Adam dan orang-orang lain di sekitar Mia. Ketika Adam akhirnya benar-benar kehilangan kontak dengan Mia, saya benar-benar bisa merasakan putus asanya Adam, sakit hatinya, dan juga pertanyaan-pertanyaan yang muncul di pikirannya. Sosok Adam 3 tahun kemudian di buku ini sudah bukan lagi Adam yang sempurna, yang walau anak punk tapi tetap sopan dan penuh perhatian. Ia menjadi orang yang mudah marah, mudah gelisah, rapuh. Semua karena Mia. Mia sendiri pun telah berkembang. Ia menjadi lebih ceria, lebih terbuka, lebih tangguh. Sulit untuk membenci Mia walau ia sepertinya tidak tahu berterima kasih, meninggalkan Adam yang sudah setia menjaganya. Ada alasan yang menyebabkan Mia berbuat demikian, yang dijelaskan dengan baik sekali di buku ini. Buku ini sukses menjadi penutup kisah buku sebelumnya yang mengambang dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul di benak pembaca dengan baik. Sungguh ending yang bagus.
Tidak ada air mata menetes ketika membaca kedua buku ini. Tidak seperti kebanyakan orang, saya memang tidak emosional kalau membaca novel. Namun buku-buku ini benar-benar memberi kesan mendalam bagi saya, apalagi karena saya sendiri juga pernah mengalami kecelakaan. Tidak separah Mia memang, tapi saya mengakui kalau sejak saat itu ada yang berubah dalam hidup saya. Trauma sih pasti, tapi cara pandang saya terhadap orang-orang di sekeliling saya dan arti hidup itu sendiri juga berubah. Karena itu, saya merasa novel ini memberi gambaran yang sangat tepat mengenai kondisi pasca kecelakaan yang menimpa Mia. Novel ini begitu real, tidak berlebihan, dan ditulis dengan sempurna.Saya senang telah membaca novel ini.
Recommended, untuk orang-orang yang suka bacaan lebih "dalam" dari sekedar romance, untuk anak band dan orkestra.
Aku juga nggak sampai meneteskan air mata baca buku ini..
BalasHapusTapi aku lebih suka buku If I Stay daripada Where She Went. Lebih unik dan lebih dalam juga pesan yg ditinggalkan..
Aku sih suka dua-duanya. Abis ceritanya nyambung sih. Suka bingung kalo ditanya mana yang lebih bagus dari buku seri yang ceritanya nyambung kayak gitu. Makanya reviewnya digabungin aja. Tapi di Where She Went aku jadi gak terlalu suka sama Adam, abis kesannya gak tanggung jawab gitu sama band-nya. Padahal di If I Stay aku suka banget sama Adam.
HapusNggak sampai nangis waktu bacanya... tapi pas pertama kali baca If I Stay aku belum dapat feelnya... Setelah selesai baca Where She Went, dan baca ulang If I Stay baru dapat feelnya...
BalasHapusserialnya memang nggak kayak cerita anak-anak ababil jadi yang dewasa pun lumayan nyaman membacanya...
Jadi, Mia itu hantu ya?
BalasHapus:(
Eh tapi ceritanya 'beda' :)
covernya menarik perhetian saya :3
BalasHapusBaru dalam proses baca buku pertama dari seri ini, masih di awal-awal sih, jadi belum dapet feelnya u,u
BalasHapusPengin cepet-cepet nyelesaiin dan berhasil apa enggak kah buku ini bikin aku nangis :D
Ntah kenapa aku ngga seberapa suka sama buku ini hiks.
BalasHapusPenasaran baca setelah nonton film nya di fox premium beberapa waktu lalu. Tapi udah gak ada yg jual huhuhu....
BalasHapusLha kan baru terbit cover baru-nya yang gambar orang gandengan
Hapushay, kamu tau link untuk download novel where she went versi ebook? bisa berbagi infonya? thanks.
BalasHapusSuka sekali dengan cara anda mereview kedua buku ini..
BalasHapusAku sudah membaca keduanya dan juga film if I stay, suka bangeet
Suka sekali dengan cara anda mereview kedua buku ini..
BalasHapusAku sudah membaca keduanya dan juga film if I stay, suka bangeet