Pengarang: Julia Quinn
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2011/2013 (terjemahan Indonesia)
Jumlah halaman: 430
Harga: Rp. 58.000 (bukabuku Rp. 49.300)
Marcus Holroyd, Earl of Chatteris, sejak kecil kesepian. Ibunya sudah meninggal. Ayahnya hanya memperlakukannya sebagai ahli waris gelar Earl of Chatteris. Ia sangat tertutup dan tidak bisa berteman. Namun, ia memiliki Daniel Smythe-Smith, teman satu sekolahnya yang supel, dan yang mengajaknya berlibur di rumah keluarga Smythe-Smith. Rumah keluarga Smythe-Smith, dengan 6 orang anak dan banyak sepupu, sangat ramai dan hangat sehingga Marcus merasa betah di sana walau kehadiran Honoria, adik bungsu Daniel, terasa mengganggu. Honoria yang 6 tahun lebih muda dari Marcus dan Daniel selalu ingin diikutsertakan dalam kegiatan kakak-kakaknya, namun selalu ditolak karena kecerewetannya. Namun gadis itu tak mudah putus asa sehingga, walau ditolak mentah-mentah Daniel, ia malah menjadi dekat dengan abang dan sahabat abangnya itu.
Di tahun 1824, segalanya berubah. Daniel terkena skandal yang mengharuskannya meninggalkan Inggris. Ibu Daniel menjadi tertutup dan tidak pedulian. Honoria yang sudah berumur 21 tahun harus mencari suami secepatnya agar dapat meninggalkan rumahnya yang sepi. Pertemuannya kembali dengan Marcus terjadi ketika Honoria berkunjung ke rumah keluarga Royle sebagai persiapan menghadapi musim pesta. Rumah keluarga Royle di Cambridgeshire bertetangga dengan rumah Marcus. Sayang, karena keteledoran Honoria, Marcus malah terkilir dan terguyur hujan di tengah hutan, yang berakibat nyawanya hampir melayang. Merasa cemas, Honoria pun memutuskan untuk tinggal di rumah Marcus untuk merawat Marcus. Di sana, Honoria menyadari kalau ia telah jatuh cinta kepada Marcus.
Ketika Honoria akhirnya akan meninggalkan Marcus untuk kembali ke London, tanpa sengaja Honoria melihat surat Daniel kepada Marcus dan Honoria mengetahui kalau ternyata selama ini Marcus telah mengawasinya dan mengusir semua calon suami Honoria atas permintaan Daniel.
Apakah Marcus benar-benar mencintai Honoria? Ataukah semua perhatiannya kepada Honoria hanya karena permintaan Daniel semata?
Akhirnya terjemahan buku ini terbit juga!! Itu yang pertama terlintas di benak saya ketika melihat buku ini terpajang di Gramedia. Pasalnya, buku versi Inggris Just Like Heaven sudah beredar di toko buku import sejak dua tahun lalu, bahkan buku lanjutannya, A Night Like This, sudah saya beli tahun lalu dalam event Tell Me Your Wish Giveaway blog ini (review bisa dibaca di sini). Kalau A Night Like This sudah saya baca versi bahasa Inggrisnya, kenapa nggak sekalian beli dan baca Just Like Heaven versi bahasa Inggrisnya Na? Naaah.. jawabannya, karena jujur saja saya lebih suka membaca novel-novel Julia Quinn versi bahasa Indonesia. Jarang-jarang nih saya lebih suka baca terjemahan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Inggrisnya langsung.
Buat saya pribadi, karena bersetting London abad 19 (yang a. saya nggak tinggal di London dan b. saya tidak lahir di abad 19), percakapan dan istilah yang sering muncul di novel-novel Julia Quinn berbahasa Inggris lumayan sulit dimengerti. Mungkin bisa sih saya mengerti kalau saya buka google, tapi pada dasarnya saya kan ingin baca, bukan ingin baca sambil google, jadi kata-kata dan istilah yang saya nggak ngerti cenderung saya lewati saja yang mengakibatkan saya jadi bingung baca ceritanya. Nah, di versi terjemahan Indonesianya, penerjemah cukup pintar dan ulet untuk mengartikan istilah dan kata-kata tersebut sehingga masuk ke pengertian pembaca Indonesia. Untuk hal ini, saya mengacungkan dua jempol untuk para penerjemah novel historical romance.
Novel Just Like Heaven merupakan kisah pembuka dari serial baru mengenai keluarga Smythe-Smith.Keluarga Smythe-Smith sendiri sebetulnya bukan nama asing untuk penggemar novel Julia Quinn karena nama mereka beserta pertunjukan musikal tahunan mereka sudah melegenda di kalangan ton abad 19 di dunia rekaan Julia Quinn. Smythe-Smith memiliki acara musikal tahunan berupa quartet yang didominasi alat gesek (violin, viola, cello dan terkadang ditambah piano) yang dimainkan oleh empat wanita lajang keluarga Smythe-Smith secara turun temurun. Yang membuat acara tahunan ini terkenal bukanlah kaerna keindahan musik melainkan keburukannya. Semua orang di ton (atau paling nggak semua tokoh di novel-novel Julia Quinn) setuju kalau anggota keluarga Smythe-Smith tidak memiliki musikalitas sama sekali dan mungkin tidak punya gendang telinga. Namun lucunya, pertunjukan musikal mereka selalu dipenuhi pengunjung. Menurut cerita, hal itu dikarenakan keluarga Smythe-Smith dihormati dan disukai. Sayangnya, apa alasan mereka dihormati dan disukai belum pernah dijelaskan lebih lanjut karena tidak banyak anggota keluarga Smythe-Smith yang pernah memiliki peran cukup signifikan dalam novel-novel Julia Quinn. Barulah di serial ini, setiap anggota keluarga diceritakan satu-persatu. Membuat penasaran? Pasti.
Anggota keluarga pertama yang mendapat kisahnya adalah Honoria, yang justru si bungsu dari keluarga utama Smythe-Smith (karena ayah dan kakaknya adalah pemegang gelar Earl). Sebenarnya karakter Honoria ini tidak menonjol dibanding heroine-heroine Julia Quinn yang lain. Honoria bisa dibilang cukup kalem. Tidak berlidah tajam semacam Eloise Bridgerton, tidak kepo semacam Caroline Trent, tidak menyimpan rahasia semacam Penelope Featherington, dan pastinya tidak semenderita Sophie Beckett. Hidupnya bahagia dan nyaman. Mungkin masalah yang bisa dibilang cukup besar yang terjadi pada Honoria adalah rasa kesepiannya. Sejak kecil ia selalu dijauhi kakak-kakaknya yang sudah jauh lebih tua. Di masa remajanya, kesepian ini semakin menjadi semenjak satu-satunya kakaknya yang masih lajang, Daniel, terkena skandal dan harus pergi ke Italia.
Lalu ada Marcus Holroyd yang sama-sama kesepian, tapi bukan berarti kesepiannya ini istimewa. Rasanya apa yang terjadi pada Marcus cukup sering dialami bangsawan lainnya pada masa itu. Ayahnya hanya menganggapnya sebagai ahli waris gelar Earl tanpa memberinya kasih sayang yang cukup. Hidup Marcus bergelimang harta tapi ia tidak punya teman, kecuali Daniel. Ia bahkan merasakan getaran aneh saat Honoria yang saat itu berumur 6 tahun menggenggam tangannya. Untuk hal ini juga sebenarnya kisah hidup Marcus tidak seistimewa Simon Basset yang menderita gagap sehingga harus diasingkan walau ia adalah seorang calon Duke, tidak juga seistimewa James Sidwell yang ibunya dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri.
Jadi intinya, Just Like Heaven hanyalah kisah cinta yang biasa. Yang bisa terjadi pada orang-orang biasa. Walau apa yang terjadi tidak bisa dibilang biasa juga. Dan itu yang membuat buku ini menjadi cukup menarik.
Saya selalu menyukai buku romance di mana tokoh-tokohnya sebenarnya sudah saling mengenal dan juga saling menyayangi namun tidak menyadari kalau mereka sebenarnya saling mencintai sampai ada satu kejadian yang memicunya. Buat saya kisah semacam ini begitu realistis dan membuat saya percaya bahwa kisah cinta mereka akan abadi. Dan inilah yang saya nikmati ketika membaca Just Like Heaven. Percakapan-percakapan antara Marcus dan Honoria terasa mengalir dan di beberapa tempat, Marcus bahkan bisa menebak apa reaksi Honoria atas tindakan atau omongannya karena ia sudah amat sangat mengenal tindak-tanduk dan cara berpikir gadis itu. Memang sih terasa membosankan (apalagi menurut saya adegan romantis di buku ini sangat kurang walau adegan ranjangnya cukup banyak --> maksudnya si Marcus terbaring di ranjang karena sakit, hehe) namun juga terasa manis.
Selain mengenai hubungan Honoria-Marcus, karena buku ini mengangkat tokoh keluarga Smythe-Smith, tentu tidak bisa dilepaskan dari seluk-beluk acara musikal bencana keluarga tersebut. Kebetulan Honoria adalah pemain biola (tidak berbakat) yang berpartisipasi di acara musikal tersebut sehingga pembaca pun diajak untuk menikmati hiruk-pikuk persiapan pertunjukan termasuk perdebatan kakak-beradik-sepupu Smythe-Smith. Sekaligus menjawab pertanyaan orang-orang selama ini: Apa benar mereka itu tuli sampai tidak sadar kalau musik yang mereka mainkan itu bencana??
Terakhirrr... Dan hal ini saya paling suka, adalah bagaimana Julia Quinn menyelipkan tokoh-tokoh novel sebelumnya ke dalam rangkaian cerita ini. Ada Colin Bridgerton (my favorite hero!!), ada Lady Danbury (my fav character!!), dan pastinya kehebohan yang disebabkan keduanya. Hehe. Dua-duanya pembuat rusuh soalnya. Tapi tetep lho saya pengen menyaksikan kembali James Sidwell (keponakan favorit Lady Danbury yang juga mantan mata-mata dari novel How to Marry a Marquis) dan Lady Danbury berada di satu pesta bersama-sama. Pasti lebih rusuh lagi.
Secara umum, saya cukup menyukai kisah ini. Manis, dan penuh percakapan kocak dan pintar khas Julia Quinn. Mungkin kurangnya hanya porsi romance. Lucu sekali, karena di buku A Night Like This saya juga merasakan hal yang sama. Apakah Julia Quinn memang berniat untuk lebih fokus ke cerita ketimbang adegan steamy romance khas novel-novel historical romance? Buat saya pribadi, saya lebih mengharapkan porsi romance yang lebih banyak, walau tidak perlu eksplisit dan detil.
Novel ketiga serial ini, The Sum of All Kisses sudah terbit kemarin dan saya sudah penasaran banget buat membacanya. Jadi saya harap, GPU cepat menerjemahkan dan menerbitkan A Night Like This sehingga bisa lanjut ke The Sum of All Kisses dalam waktu yang lumayan cepat. Saya menunggu terjemahanmu, GPU!
salam kenal, mbak. blogwalking dan baru sekali nyampek sini. saya suka dengan blognya mbak, kebetulan saya juga suka mbaca novel. mohon berkenan follow back ya mbak. terimakasih :)
BalasHapushttp://www.adinarisdayanti.blogspot.com/