Selasa, 27 Mei 2014

Sebuah Buku dan Sejuta Reaksi

Emm.. oke. Judul posnya agak lebay sih. Pada intinya, kali ini saya ingin berbagi pendapat mengenai reaksi-reaksi pembaca terhadap buku. Kenapa kok tentang itu? Nah, begini ceritanya...

Beberapa hari kemarin, saya datang ke Jakarta Book Fair dan kebetulan menonton sharing beberapa pengarang novel yang kebetulan (lagi) novel-novel karangan mereka sudah pernah saya baca dan review (termasuk di antaranya saya kritik). Walau di acara yang berbeda, pengarang-pengarang tersebut bicara satu hal yang sama, bahwa mereka seringkali tidak menyangka dengan reaksi pembaca terhadap novel mereka. Ini bukan sekedar masalah suka-nggak suka, tapi lebih daripada itu. 



Ketika menulis, pengarang biasanya memasukkan apa yang mereka tertarik dan suka serta ide-ide mereka ke dalam tulisan itu. Secara otomatis, ketika menulis, pengarang pun sudah membayangkan suatu reaksi dari pembaca yang kurang lebih mirip dengan yang mereka rasakan ketika menulis cerita tersebut. Namun, ketika buku sudah dilempar ke pasaran, tentu dengan sekian ribu---bahkan mungkin jutaan--pembaca, tentu respon yang didapat berbeda-beda. Ternyata interpretasi pembaca terhadap suatu bacaan sangat beraneka ragam. Misalnya, ada yang merasa suatu cerita "gue banget"; ada yang menangkap pesan moral yang mendalam; ada yang merasa kisahnya dangkal dan tidak jelas; ada yang merasa kisahnya "too good to be true"; dan sebagainya. Dan itu hanya dari satu buku yang sama.

Seminggu kemarin, saya bersama 4 blogger lain nge-host blog tour Interlude-nya Windry Ramadhina (ada giveaway-nya lho.. DI SINI). Di hari keempat, kami posting review buku tersebut. Dari 5 review, tentu pendapat kami berbeda-beda dan kesan yang paling dalam yang kami rasakan dari novel itu pun berbeda-beda. Itu baru 5 lho. Belum pembaca lainnya. Dan tentunya mungkin nanti ada juga pembaca yang memberikan kritikan: nggak suka ceritanya, nggak suka gaya menulisnya, logikanya bolong, dan sebagainya.  Nah, untuk ini, pengarang biasanya santai walau mungkin mengusik perasaan juga ya. Salah satu pengarang bilang, ketika dia menemukan review yang mengkritik habis-habisan bukunya, ketimbang marah, ia sebenarnya menghargai karena si reviewer itu berarti punya usaha untuk membaca, memikirkan, dan menuliskan pendapatnya--yang mana hal itu sama sekali nggak mudah. Dan masukan-masukan yang diberikan tentu akan dipertimbangkan, walau belum tentu diikuti sepenuhnya karena toh penulis juga punya cara dan selera sendiri dalam menuliskan ceritanya. Prinsipnya sih, we can't please all people, so better please ourselves dulu laah.  Jadi, biar dihantam kritik, yang penting pengarang bisa bilang kalau "ini lho buku yang saya sayang banget karena saya suka ceritanya".


Nah, yang terakhir ini yang kemudian saya pikirkan. Soal kritik dan cara menuliskannya. Dulu, saya memutuskan untuk menulis review buku hanya untuk dokumentasi pribadi, makanya pertama kali review saya ditulis di livejournal dan jarang dibaca orang lain. Isinya juga singkat, apa adanya, dan benar-benar kesan saya atas buku itu banget: sukaaaaaaaa, nggak suka, nyebelin banget! Saya tipe orang yang kalau suka atau kesel sama sesuatu harus dituangkan ke orang lain. Makanya, percakapan ini pernah terjadi antara saya dengan teman sekantor saya:
Teman A ke teman B: "B, kamu lagi ngapain?"
Saya ke teman A: "B aja ditanyain, gue gak pernah lo tanyain!!" (sok ngambek)
Teman A ke saya: "IH! Elu sih ngapain ditanyain, bahkan lo mau bok*r aja koar-koar ke seruangan kok!!" (memberi tatapan nyolot)
Tapi berhubung nggak ada yang mau saya curhatin tentang buku bacaan, jadi saya tulis deh di blog. Kemudian, seiring makin sering saya menulis dan kenal komunitas pembaca dan blogger, saya pun mulai lebih serius menulis review dan pindah ke blog ini (dan kemudian pindah ke blog lain juga, yang saya sampai sekarang juga nggak ngerti kenapa harus punya dua blog *sungguh orang yang aneh*). Makin ke sini, saya makin belajar untuk menulis lebih jelas mengenai reaksi saya terhadap buku yang saya baca. Bukan sekedar suka atau nggak suka, tapi juga mengemukakan alasannya. Dan makin ke sini, makin saya menyadari kalau review yang saya tulis akan dibaca oleh pembaca lain yang mungkin tidak satu selera dengan saya, yang mungkin bisa menyukai bahan bacaan yang menurut saya nggak bagus-bagus amat, yang mungkin menganggap hal yang saya kritik sebagai hal yang justru ia suka. Selain itu, pengarang pun ada kemungkinan menemukan review saya dan membacanya. Oleh karena itu, saya makin mencoba mengolah isi review saya lagi supaya bagaimana caranya pemikiran saya sampai ke pengarang dengan tepat (terutama mengenai kritik) tanpa mematahkan semangatnya untuk menulis sekaligus memberi info kepada calon pembaca tanpa membuat dia tersetir oleh pendapat saya mengenai buku itu--jangan sampai dia batal membeli dan membaca buku yang sebenarnya berpotensi ia sukai hanya karena baca review saya yang bilang saya nggak suka bukunya. Itu susah sih, dan sampai sekarang masih proses belajar.

Oh, tapi bedakan dengan review nggak jujur lho ya! Kadang, ada review yang dibuat untuk promosi sebuah buku, jadi isinya tentu yang bagus-bagus aja, dan kadang malah membagus-baguskan yang sebenarnya "nggak bagus-bagus amat". Kalau itu sih saya juga nggak mau. Biasanya, kalau untuk review dalam rangka promosi buku, bahasanya aja diperhalus, tapi kritikan tetap ada (kalau memang ada). Cuma ringkasan ceritanya aja yang dibuat lebih "menggoda".

Dan bukan berarti saya melarang kalian menulis negative review secara tajam. Kalau ini sih balik lagi ke style masing-masing blogger ya. Sama kayak acara fashion, ada yang kritiknya memang disampaikan dengan blak-blakan dan cenderung menghina (yup, maksud saya Fashion Police di E!), ada yang biasa aja. Masalah reaksi pembaca, itu kan tanggungan masing-masing. Hehe.


Sebagai penutup, intinya sih, sebagai blogger buku yang tulisannya bisa di-google dan dibaca semua orang, nggak ada salahnya lebih memikirkan manfaat secara luas dari tulisan kita ketimbang sekedar mengeluarkan uneg-uneg pribadi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Itu pemikiran pribadi saya. Dan saya masih belajar--in case kamu nemuin review saya yang berantakan di posting blog ini.

Selamat berlibur di Selasa pagi yang agak mendung ini!

banner by: colorvary and mortgraphics @livejournal

3 komentar:

  1. setujuu banget sama post ini ;))

    BalasHapus
  2. iya, saya juga sedang belajar membuat review yang baik.. kalaupun ada kritikan, ya bisa disampaikan dengan baik tanpa menjatuhkan pihak-pihak tertentu. sampai sekarang juga berpikir, review yang baik itu bagaimana ya? sambil terus mengingat pelajaran bahasa Indonesia waktu zaman sekolah dulu.

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...