Author: Jane Austen
Year Published: 1815/2007 (Wordsworth Edition)
Pages: 393
Publisher: WordsworthPrice: Rp. 40.000 (Aksara)
Akhirnya, ada lagi posting buat proyek pribadi saya, I Saw It, I Read It. Karena sekalian dalam rangka posting bareng Jane Austen, kali ini saya akan menulis review dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa Inggris seperti bahasa yang digunakan di bukunya.
EMMA WOODHOUSE, handsome, clever, and rich, with a comfortable home and happy disposition, seemed to unite some of the best blessings of existence; and had lived nearly twenty-one years in the world with very little to distress or vex her.
Itulah kalimat pembuka dari kisah Emma ini, sekaligus perkenalan akan tokoh utama kita. Tokoh Emma memang adalah tokoh yang serba berkecukupan. Wajahnya cantik, keluarganya cukup berada dan kaya, dan ia punya orang-orang yang mengasihinya. Hidupnya sebenarnya sudah sempurna, tapi mungkin kadang-kadang ada bosannya juga ya hidup serba sempurna. Maka dia pun jadi iseng. Lalu, disinilah cerita dimulai.
Berawal ketika Emma memperkenalkan guru sekaligus pengasuhnya, Miss Taylor, kepada Mr. Weston di suatu hari yang hujan dan kemudian mereka menikah, Emma tiba-tiba merasa bahwa ia punya bakat jadi mak comblang. Maka ia pun bertekad mencari "korban" untuk dicomblangi. Korbannya adalah Harriet Smith, seorang perempuan siswi sekolah Mrs. Goddards, dan juga teman baru Emma. Emma ingin menjodohkan Harriet dengan Mr. Elton. Pada saat itu sebenarnya Harriet telah dilamar oleh Mr. Martin, namun atas bujukan Emma yang merasa Mr. Martin tidak sederajat dengan Harriet, maka Harriet menolak lamaran tersebut. Sayang, kemudian Emma mendapati bahwa Mr. Elton jatuh cinta pada Emma, bukan Harriet. Emma, yang sudah bertekad tidak akan menikah dan mengurus estatnya, Hartfield, tentu menolak. Membuat Mr. Elton patah hati dan pergi dari Highbury.
Harriet |
Emma memiliki tetangga bernama Mr. George Knightley, pemilik Donwell Abbey. Adik Mr. Knightley, Mr. John Knightley (dipanggil John), menikah dengan kakak Emma, Isabella. Jadi, Emma dan Mr. Knightley punya hubungan ipar. Mr. Knightley terkenal sangat rasional dan bijaksana, dan sejak dulu suka memarahi Emma tatkala gadis itu suka bertindak seenaknya. Mr Knightley pun memarahi Emma tatkala tahu ulah Emma terhadap Harriet dan Mr. Elton. Tapi Emma cuek.
Mr. Knightley |
Cerita menjadi lebih ramai tatkala Miss Jane Fairfax dan Mr Frank Churchill datang ke Highbury. Jane Fairfax adalah keponakan dari tetangga Emma yang miskin, Miss. Bates. Dulu Jane tinggal di Highbury namun karena ia tidak lagi memiliki orang tua dan kekayaan bibinya sangat terbatas, ia dibawa dan dirawat keluarga Campbell. Nasib Mr Frank juga mirip. Ia sebenarnya adalah anak Mr. Weston, namun dirawat oleh keluarga almarhumah ibunya, keluarga Churchill. Jane sangat tertutup dan pendiam sementara Frank sebaliknya.
Emma bersama Mr. Frank Churchill |
Frank dengan cepat menjadi dekat dengan Emma, sehingga Emma berpikir ia jatuh cinta pada Frank. Namun lagi-lagi Mr. Knightley berpendapat berbeda. Selain itu, tiba-tiba Mr. Elton kembali membawa Mrs. Elton, membuat keadaan tambah ramai lagi.
Mr Elton Mrs. Elton |
Akhirnya, buku ini berhasil juga saya tamatkan. Memang sih sekilas terlihat tipis karena hanya terdiri dari 393 halaman, namun, tulisannya kecil-kecil sekali dan pergantian bab tidak di halaman baru alias nyambung terus dari bab sebelumnya seperti kereta api. Selain itu, karena merupakan kisah klasik, maka bahasa Inggrisnya cukup sulit saya mengerti. Saya berkali-kali harus buka kamus di BB ketika baca. Hehe.
Kisah Emma sebenarnya hanya menceritakan keseharian hidup Emma dan orang-orang lain di lingkungan pergaulannya. Benar, seperti kalimat pembuka novel ini, tidak ada konflik yang benar-benar serius yang terjadi di buku ini. Hanya ada kisah mengenai kunjungan-kunjungan ke rumah teman dan pesta dansa. Jadi hati-hati saja dengan rasa bosan jika kamu berniat membaca novel ini, karena terus terang saya merasa bosan membacanya. Serius deh, menurut saya kisah Emma ini bisa diedit lagi sampai jumlah halamannya bisa berkurang separuhnya
Untungnya, saya sekalian menonton mini serinya ketika membaca novelnya. Jadi tertolong deh. Saya memilih menonton mini seri versi BBC yang disiarkan pertama kalinya tahun 2009 ketimbang film yang dibintangi Gwyneth Paltrow dengan harapan mini seri akan lebih detail menceritakan kisah Emma seperti di novelnya. Mini serinya memang lebih ringkas ceritanya dan lebih menarik karena memudahkan saya memvisualisasikan setiap adegan yang ada di novel. Dengan bantuan film, saya berkali-kali berkata "Ooooo" karena baru ngeh apa yang dimaksud di buku yang sebelumnya saya baca.
Tokoh-tokoh dalam novel ini memiliki ciri khas tersendiri, dan saya cukup menyukai bagaimana Jane Austen membangun karakter tokoh-tokohnya. Selain itu saya juga menyukai interaksi para tokoh. Tokoh favorit saya tentu saja Mr. Knightley yang bijaksana. Berulang kali, Mr. Knightley tampil sebagai guru bagi Emma yang nakal. Ia seperti ayah kedua bagi Emma. Karakter Emma sendiri menurut saya lumayan manja dan seenaknya. Wajar sih karena dia dibesarkan dalam keadaan serba berkecukupan. Namun, sebenarnya ia orang yang sangat peduli dengan sekitarnya dan berniat tulus. Perhatiannya kepada Miss Bates menunjukkan hal tersebut.
Beralih ke film mini serinya, menurut saya filmnya benar-benar mengikuti alur di novel dan lebih menarik ketimbang baca novelnya. Kalau bukan karena film ini mungkin saya tidak akan berhasil tamat membaca novelnya. Saya suka akting pemainnya, terutama Romola Garai sebagai Emma. Romola Garai juga berperan sebagai Briony Tallis di film Atonement dan aktingnya memang bagus. Sayang, untuk tokoh Mr. Knightley menurut saya Johnny Lee Miller terlalu muda untuk memerankannya. Mr. Knightley seharusnya beda 17 tahun dengan Emma, namun di film ini terlihat seperti seumuran dengan Emma. Saya belum menonton Emma versi Gwyneth Paltrow, namun sepertinya pemeran Mr. Knightley lebih cocok di film tersebut ketimbang di film ini.
Akhir kata, saya terus terang agak mabok baca novel ini dalam bahasa Inggris, tapi entahlah kalau dalam bahasa Indonesia. Menurut kabar, novel ini sedang dalam proses penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Mungkin kalau baca versi bahasa Indonesianya saya bisa lebih menikmati. Saya rekomendasikan buku ini untuk para pecinta bacaan klasik. Untuk yang masih kurang akrab dengan bacaan klasik, bisa saja mencoba membaca, tapi sebaiknya dibarengi nonton filmnya supaya tidak kesulitan mengerti isi ceritanya.
Oh iya, di buku Emma versi Wordsworth ini juga ada gambar ilustrasinya lho. Cukup menarik menurut saya:
Credit screencaps to: Enchanted Serenity of Period Films
Info film: imdb
Tadinya mau baca Emma juga, tapi tergoda kisah cewek-cewek Dashwood :p
BalasHapusEmang bener, kalo Jane Austen lebih afdol kalo dibarengin nonton filmnya, jadi lebih terang gitu ahaha..
Hihi iya. Novelnya soalnya detaiiiilll banget. Aku jadi pengen nonton n baca Sense and Sensibility nih.
HapusAq suka banget karakter sama ceritanya, meski baru nonton dvd-nya, jadi kesemsem sama si Jonny Lee Miller hihi, ternyata dia juga main di Mannsfield Park lho, kudu hunting dvd-nya nih.
BalasHapusEmma ini karakter yang paling sweet menurut-ku, klo di Sense & Sensibility Marianne itu tipe pemberontak, seperti Elizabeth Bennet di Pride & Prejudice, nah Fanny Price di Mansfield Park sama yg Persuation (lupa namanya) ini paling nyebelin, soalnya pasrah banget, bikin gregetan pengen teriakin deh : "ayo move-on donk" ...
Hihi. Aku juga sebenernya suka ceritanya karena menggambarkan keseharian masyarakat pada masa itu banget dengan konflik yang emang sehari-hari juga. Kalo di novel enaknya jadi bisa ngerti jalan pikiran tokoh-tokohnya banget, kalo film buat ngerti lebih jelas alurnya karena di novel kan panjaaaang banget.
HapusAku kalo Persuasion baru nonton filmnya dan menurutku filmnya kurang greget, tau ya bukunya. Tapi emang sih si Anne Elliot minta dicekek. Hehehe
Wah aku belum pernah baca karya Jane Austen yg ini, baru Pride and Prejudice aja.... sepertinya yang ini pun bagus dari review kk.. thx for the review kak.. cari ebooknya ah...
BalasHapus