Judul: Botchan
Pengarang: Natsume Soseki
Tahun Terbit: 2012 (Cetakan kelima)
Jumlah Halaman: 220
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Harga: Rp. 35.000 (bukabuku Rp 29.750)
Buku ini berkisah mengenai sepenggal hidup seorang pria yang tidak diketahui nama aslinya, yang dipanggil Botchan, ketika ia mengajar matematika di sebuah sekolah menengah di pulau Shikoku. Botchan yang blak-blakan dan selalu bertingkah seenaknya, aslinya adalah seorang anak dari keluarga terpandang, namun ayah dan kakaknya tidak menyukai sifatnya yang terkesan kasar dan berpikiran melenceng dari orang kebanyakan. Hanya pengasuhnya, Kiyo, yag menyayanginya dan percaya bahwa suatu hari Botchan akan menjadi orang yang berhasil.
Setelah kematian ayahnya, Botchan menggunakan uang warisan bagiannya untuk sekolah Ilmu Alam dan kemudian menerima kerja sebagai guru di pedesaan dengan gaji 40 yen per bulan. Di sana, Botchan yang keras kepala dan blak-blakan mengalami kesulitan. Murid-muridnya selalu meledeknya dan mengisenginya. Guru-guru disana ternyata tidak ada yang bisa dipercaya dan menganggap Botchan terlalu polos. Selain itu, ternyata di antara para guru sendiri terjadi intrik yang melibatkan seorang perempuan berjulukan Madonna.
Rasa keadilan Botchan mulai terusik ketika salah satu guru yang pendiam, Koga, yang dijuluki Botchan sebagai si Labu Hijau, dimutasikan ke tempat lain dengan paksa. Botchan merasa ini ada hubungannya dengan hubungan cinta segitiga antara Koga, Madonna, dan si kepala guru yang dijuluki Botchan Baju Merah. Botchan merasa ada yang salah dengan keputusan itu dan ingin mencari keadilan.
Bagaimana kisah Botchan selanjutnya? Berhasilkah Botchan menyesuaikan diri di sekolah?
Saya jarang membaca novel klasik, jadi saya tidak tahu bagaimana menganalisa novel ini dari segi ilmu kesusastraan dan lain sebagainya yang berat-berat. Saya bahkan nggak ngerti novel macam ini bisa digolongkan ke aliran apa. Yang saya tahu, baca novel ini rasanya seperti membaca cara berpikir Kariage Kun, tokoh komik karangan Masashi Ueda. Soalnya, Botchan dan Kariage Kun sama-sama suka bertingkah di luar kenormalan alias ajaib dan sesuka hatinya. Namun, kalau kita hanya bisa membaca tingkah polah Kariage Kun dari setiap empat strip cerita yang minim percakapan, dalam Botchan, kita benar-benar bisa mengerti jalan pikiran Botchan atas setiap kejadian yang ia alami karena buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama alias si Botchan sendiri.
Sebenarnya tingkah laku Botchan bisa dibilang nyebelin ketimbang heroik. Saya berani taruhan kalau saya sampai bertemu orang seperti Botchan di dunia nyata, saya pasti bakal benci setengah mati sama dia. Namun, lewat kacamata Botchan, kita juga bisa melihat betapa bahkan di tempat yang masih kental suasana tradisionalnya pun sudah banyak terdapat kemunafikan dan kecurangan demi kepentingan diri sendiri. Lewat Botchan, kita diajak mengenali sifat-sifat manusia yang tergambar dari para guru di sekolah yang dijuluki sebagai si Tanuki (kepala sekolah yang terkesan tidak tegas), si Baju Merah (kepala guru yang feminin dan licik), si Badut (guru seni yang suka menjilat), Si Landak (guru matematika yang jadi favorit anak-anak), dan si Labu Hijau (guru bahasa Inggris yang terlihat lemah dan pasrah). Botchan pada awalnya mengalami kesulitan membedakan siapa lawan dan siapa kawan diantara rekan sejawatnya. Namun, semakin ia menghabiskan waktu bersama mereka, ia jadi tahu benar siapa yang benar-benar berhati jujur.
Cerita dalam novel ini sebenarnya bukanlah cerita yang komplit karena hanya merupakan penggalan dari kisah hidup Botchan. Penyelesaiannya juga tidak jelas. Namun, buat saya, novel ini cukup menghibur. Gaya bertuturnya cukup mudah diikuti dan dimengerti. Dari hasil browsing, saya menemukan kalau ternyata novel yang ditulis pada tahun 1906 ini adalah gambaran kisah hidup penulisnya, Natsume Soseki, ketika mengajar di daerah Matsuyama, Shikoku (tempat yang sama dengan tempat Botchan). Hal ini membuat saya bertanya-tanya, apakah sifat Botchan yang eksentrik ini juga cerminan sifat pengarangnya?
Secara umum, saya cukup menyukai buku ini. Saya akan merekomendasikan novel ini untuk para pecinta budaya Jepang, karena Botchan adalah salah satu novel klasik favorit masyarakat Jepang, dan pembaca yang ingin mencoba membaca sesuatu yang "beda" namun ringan.
Bener banget kak..
BalasHapuskalau ketemu orang kayak gitu, pasti ngeselin setengah mati.
:)
HapusUntung cuma di cerita.
belum banyak buku Jepang yang ak baca, paling manga, hehehe. Mungkin genre buku ini klasik kali ya?
BalasHapusAku juga.. kebanyakan baca manga. Ini termasuk baru buatku.
HapusKalau aku mungkin bakalan ngantuk baca buku ini, ya. Klasik juga. -,-
BalasHapusKalo menurutku, walau bisa dibilang karya klasik, gaya berceritanya nggak kaku kayak kebanyakan novel klasik. Apalagi si Botchan juga dodol banget orangnya. Tapi jalan ceritanya emang kurang greget sih. Endingnya ngambang.
HapusFirst of all, kenapa punyaku covernya warna hitam ya?
BalasHapusBuku ini terlalu sastra banget. Bagi yg biasanya cuma suka novel2 ringan, TIDAK DIANJURKAN baca buku ini :) yg ada malah nanti bosen dan cepet ngantuk hehe
kalau nggak salah bukunya cetak ulang ganti cover :))
HapusIya, ini cover barunya. Yang lama emang warna hitam backgroundnya.
HapusWah aku juga sebenernya ga terlalu suka sastra lho. Bahkan baca bukunya Pramoedya Ananta Toer yang kata orang2 bagus aku nggak ngerti. Mwahahaha. Tapi menurutku cerita Botchan ini mudah diikuti. Pendapat kita beda nih.
Botchaan kamu mengagumkan sekali~ {}
BalasHapuspasti banyak pengetahuan tentang budaya Jepang ni, seperti novel Jepang umumnya.. :)
BalasHapusAwalnya kukira ini buku yang aman dibaca anak-anak mbak, seperti Totochan >.< Ternyata tidak~
BalasHapusSaya salah ngerekomendasikan buku nih :p Saya pencinta buku klasik dan sastra si emang :p
Aku malah sejak awal nggak mikir ini cerita anak2. Kalo cerita anak2 mungkin kamu ga menang TMYW kmaren. Mwahahahaha... Tapi Botchan okelah. Emang kurang greget sih tapi paling nggak udah ngenalin aku ke sesuatu yang baru. Aku sebelum ini nyaris ga pernah baca novel karya penulis Jepang. So, thx ya Nan.. Hehe
Hapusnggak amannya kenapa mbak? karena sikapnya si botchan gitu? --a
HapusWah, Rinaldy mesti baca posting ini nih!
BalasHapusAkhirnya baca juga :D Iya, sama sih, pendapatku juga 'okelah'.
BalasHapusPendapatku juga 'okelah' waktu baca Norwegian Wood nya Haruki Murakami, tapi ada after-effect nya yang bikin pengen baca ulang, dan membuat berubah pikiran menjadi 'inspiring'. xD
Aku masih ragu buat baca Haruki Murakami. Takut nggak ngerti. Hihihi. Nggak terlalu suka baca yang berat-berat soalnya. Tapi Norwegian Wood udah dibikin filmnya kan ya? Kalo ada filmnya mungkin nanti mau nonton sekalian baca..
Hapusrekomendasi diterima..
BalasHapus*catet*
nyahahahaha..
di goodreads juga direkomendasiin sm temen.. :')