Pengarang: Suzanne Collins
Tahun terbit: 2009
Jumlah halaman: 408 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Alkisah di suatu negara bernama Panem yang memiliki 12 distrik dan 1 ibukota bernama Capitol. Karena pemberontakan di masa lalu, negara ini memiliki acara reality show tahunan bernama The Hunger Games yang lumayan sadis, karena di acara ini, sepasang anak laki-laki dan perempuan dari 12 distrik bertemu untuk saling membunuh. Pemenangnya hanya ada satu. Tujuan dari acara ini adalah untuk mengingatkan para warga akan pemberontakan yang gagal di masa lalu.
Katniss Everdeen hidup sebagai tulang punggung keluarganya di distrik 12 yang miskin, yang terkenal sebagai penghasil batu bara. Ayahnya sudah meninggal karena kecelakaan di tambang dan ia harus menghidupi ibu dan adiknya, Prim. Katniss gemar berburu ke hutan, sesuatu yang dianggap ilegal namun warga seakan tutup mata dengan pelanggarannya ini karena mereka menikmati hasil buruan Katniss. Ia memiliki teman dekat bernama Gale. Keahlian Katniss adalah memanah. Ketika hari pemilihan peserta The Hunger Games ke-74 tiba, Katniss menggantikan adiknya yang terpilih sebagai peserta. Maka Katniss pun berangkat ke Capitol bersama Peeta Mellark, peserta laki-laki terpilih yang punya keahlian membuat roti, Haymitch, mentor mereka, dan tim sukses dari Capitol untuk menjalani pelatihan dan acara reality show yang mengerikan itu.
Setelah serangkaian pra-acara seperti pawai kostum, wawancara, perawatan tubuh, dan pelatihan, Katniss dan Peeta akhirnya tiba di Arena, sebuah hutan buatan, untuk adu strategi bertahan hidup melawan 22 peserta lainnya dan.. pasangan masing-masing.
Membaca buku yang sudah menjadi best seller selalu menimbulkan ketakutan sendiri untuk saya. Bukan takut gimana-gimana sih, tapi biasanya saya jadi punya ekspektasi yang tinggi sekali akan buku itu. Habisnya, saya membeli berdasarkan rekomendasi banyak orang. Akhirnya, seringkali saya berakhir kecewa setelah membaca buku itu. Kejadian ini juga terjadi dengan buku The Hunger Games. Penyebab kekecewaan saya yang paling utama adalah dua, yaitu: pertama, kurangnya adu strategi dan pertempuran seru dalam adegan The Hunger Games-nya. Maklum, saya sudah menonton beberapa film dengan tema serupa jadinya saya mungkin berharap untuk mendapatkan sesuatu yang "lebih" dari buku ini. Lebih sadis, lebih seru, lebih membuat berpikir. Kedua, adegan romance-nya yang menurut saya berlebihan sekali. Serasa nonton Keeping Up with the Kardashian dengan panah, pisau, bom, dan lain sebagainya (baca: too much PDA dan kelihatan banget aktingnya). Selain itu banyak bagian yang membuat saya bertanya-tanya sepanjang membaca buku, misalnya (SPOILER ALERT!!) : "Kameranya ditaruh dimana aja sih memangnya, kok bisa merekam setiap peserta sampai sedetail itu? Apa di alat yang ditanam di lengan peserta?", "Itu parasut sponsor dari mana turunnya ya, kok bisa tiba-tiba muncul? Dari pesawat? Kalau begitu, untuk tahu dimana letak peserta lainnya, tinggal tunggu ada pesawat lewat dan parasut turun aja dong terus samperin deh ke tempat jatuhnya parasut itu", "Kok sepertinya tanpa kehadiran Katniss tidak terjadi pembunuhan antar peserta (kecuali ketika sudah 4 besar)?" dan masih banyak lagi.
Namun, saya juga menyukai buku ini, terutama gaya penulisan Suzanne Collins dan penerjemahan Hetih Rusli yang membuat cerita bisa mengalir dengan lancar. Karakter-karakter para tokohnya pun tergambar jelas dan konsisten. Mereka berhasil menjadi hidup dan pembaca seakan mengenal mereka dengan dekat, termasuk gaya hidup masyarakat Capitol yang unik. Saya menyukai sifat Katniss yang punya banyak akal dan cepat mengambil keputusan. Dia tokoh favorit saya di novel ini. Dan satu lagi, novel ini sukses menjadi pemancing yang bagus untuk novel selanjutnya, membuat penasaran pembaca akan lanjutan ceritanya yang pastinya akan lebih seru dan lebih berbobot dari novel sebelumnya. Untung saya membeli boxset trilogi ini, jadi setelah buku pertama habis bisa langsung baca buku kedua. Hehe.
Kesimpulannya, suatu novel best seller pasti menjadi best seller karena ada banyak yang suka. Jadi, apapun pendapat saya, jangan sampai menghalangi kamu yang sudah berniat untuk membaca trilogi ini ya. Saya aja tetap membacanya kok. Hehe.
Recommended buat pecinta genre dystopia yang tahan adegan sadis, pecinta reality show.
Akhirnya baca juga ya Na. baca reviewmu malah jadi mikir, kayaknya aku terlalu overviewing, ngga ngliad detil2nya xD
BalasHapusKalo soal sadis2annya, menurutku ngga bisa terlalu bloody juga secara ini buku sebenernya ditujukan ke anak-anak n remaja, tapi buat aku sih udah cukup bisa buat mengernyitkan dahi pas mbayanginnya =p.
Yang pasti, 2 buku berikutnya lebih kerasa kok 'tekanannya', menurutku lo xD
Nice review na ^^
Iya nih, setelah lama bersabar nungguin rilis boxsetnya.
HapusIya sih, ini termasuk buku remaja ya. Padahal kayanya temanya lumayan berat.
Aku agak nyayangin sih kenapa pas awal2 Hunger Games yang tewas udah banyak. Coba kalo nggak, kan bisa lebih banyak actionnya, lebih banyak taktiknya.
Aku lagi baca Catching Fire nih dan emang lebih seru dan berbobot isinya menurutku. Berasa banget tense-nya dari awal. Kayaknya sih review dua buku berikutnya bakal lebih bagus. Hehe.
Thx chaa..
entah kenapa aku semangat baca buku 1&2nya, tapi merasa kurang greget dibuku 3 :(
Hapusaku baru mau baca buku ketiganya.. hahaha... yang kedua baguss..
HapusIni bukunya booming banget yak :D
BalasHapustapi selalu gk ada minat buat belinya >,<
selalu baca review-review aja..
ini reviewnya bagus :D
kekurangan bukunya detail diberi tau, jd lebih tau lagi tentang buku ini :D
Seru sih bukunya. Tapi mungkin tergantung selera juga kali ya, suka genre apa. Aku sendiri sebenernya juga bukan pecinta novel tentang dystopia seperti buku ini. Mungkin itu juga sebabnya aku jadi banyakan merhatiin kekurangan bukunya. Hehe.
HapusTapi buku ini cukup asyik diikuti kok. Dan kalo mau nonton filmnya emang disarankan lebih baik baca bukunya dulu.
Thanks a lot ya komennya.
karakter Katniss memang kuat banget :D
BalasHapuskalo boleh menjawab pertanyaan yang berseliweran di benak sobat Nana,
Mengenai kamera. hal itu memang tidak dijelaskan. Mrs. Collins menyerahkannya pada pembaca karena zaman THG ini pun ada jauh di masa depan. Dimana teknologi telah berkembang jauh melebihi teknologi zaman sekarang.
mengenai parasut, nah ini juga teknologi yang mengingatkanku pada parasut-heli alat Doraemon. Bisa saja itu parasut canggih yang bisa terbang secara horizontal dan dilengkapi sensor.
lalu mengenai pembunuhan tanpa kehadiran Katniss. Kalau aku bilang karena Mrs Collins menggunakan sudut pandang orang pertama itu terlalu biasa (?), maka aku bilang ini akan mempermudah pembaca menyelami karakter utamanya juga... untuk membatasi adegan yang berdampak menggelembungnya jumlah halaman (dan tentunya mempengaruhi harga, hahah)
Itu pendapatku, heheh
salam kenal :D
haha. iya nih aku banyak tanya2. Soalnya sepertinya masa depan yang digambarkan di dunia THG itu kontras banget ya. Di Capitol seakan-akan canggih banget, terutama bidang kedokterannya, tapi di sisi lain, di distrik2 masih ada hutan (padahal jaman skarang aja kita udah disuruh hemat2 kertas biar hutan nggak gundul), lalu masih ada batu bara (yang di jaman sekarang aja udah mau abis), lalu transportasi dengan kereta (instead of pesawat atau teleportasi). Jadinya, pas baca adegan di Arena itu yang terbayang adalah kondisi di distrik 12, bukannya kecanggihan Capitol. Dan agak2 blur sampai sejauh mana teknologi di Capitol itu.
HapusTapi thanks a lot jawabannya ya. Aku sependapat sih soal mencegah menggelembungnya jumlah halaman dan harga. hehe.. Pada akhirnya, semua emang tentang itu.
Salam kenal juga Jun.
Dari dua buku lainnya, aku lebih suka buku pertamanya ini. Penulis dapat dengan baik mengajak pembaca untuk dapat melihat cerita dari sudut pandang Katniss. Tentang kehidupan masa depan yang selama ini berbeda dari yang aku bayangkan, seperti nasib distrik yang berbanding 180 derajat dengan capitol. Tetapi cerita ini terlalu banyak menggambarkan kisah percintaan dari tokoh utama, sehingga menutupi cerita yang sebenarnya yaitu bagaimana perjuangan katniss di hunger games.
BalasHapusaku belum sempat membaca buku ini. tapi sudah nonton. akibat ada josh, jadi agak maksa buat nonton :P
BalasHapusdystopia emang keren :)
kalau baca reviewnya, rasanya sangat berbeda dengan apa yang ada di film. Yah, filmnya berasa datar-datar saja. Mereka hidup biasa, lantas dipilih, lantas berlatih, lantas bertarung lalu keluar sebagai pemenang.
aku harus baca bukunya :)
Aku lebih suka buku nya daripada filmnya :DD
BalasHapusBukunya bagus banget! Nge-gambarin futuristic world yang kontras antara Capital yang makmur sama Distrik 1-12 yang justru dilanda kemiskinan dan kelaparan
BalasHapusAaahh pengen banget baca Hunger Games >< nice review kak (y) :D
BalasHapus