Pengarang: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2016
Halaman: 470
Harga: Rp. 99.000
O resah. Kekasihnya hilang.
Semua bermula dari mimpi Entang Kosasih, seekor monyet di Rawa Kalong, untuk menjadi manusia. Ada legenda Armo Gundul yang dipercaya kaum monyet Rawa Kalong turun temurun, bahwa ia adalah monyet yang pertama berhasil menjadi manusia. Entang Kosasih ingin mengikuti jejak Armo Gundul. Namun bagaimana caranya, tak ada yang tahu. Sampai suatu hari Entang Kosasih terlibat duel bersenjata dengan seorang polisi, tertembak, dan tubuhnya tak pernah ditemukan.
O kini menjadi monyet topeng monyet. Hidupnya menderita, tapi ia menjalaninya dengan tabah. Ia percaya, cara menjadi manusia adalah dengan belajar menjalani hidup seperti manusia. Maka, dengan tekun ia belajar menari dan bertingkah seperti manusia, walau ia harus hidup dirantai, kadang lupa diberi makan dan dicambuk oleh pawangnya, Betalumur. Suatu hari ia melihat gambar Kaisar Dangdut, dan ia percaya bahwa Kaisar Dangdut adalah jelmaan Entang Kosasih. O percaya Entang Kosasih berhasil meraih mimpinya, seperti O juga selalu percaya pikiran-pikiran gila Entang Kosasih yang lain. Yang harus dilakukan O kini adalah menyusul Entang Kosasih dan membuat Entang Kosasih mencintainya kembali sebagai manusia.
Selama perjalanan O menyusul Entang Kosasih, O memiliki sahabat seekor anak anjing buduk bernama Kirik. Kirik selalu mempertanyakan kebodohan O yang tidak mau melarikan diri dari siksaan Betalumur dan percaya kalau ia bisa menjadi manusia. Awalnya O kesal dengan kehadiran Kirik, namun keduanya akhirnya bersahabat. Kirik sendiri sedang melarikan diri dari orang yang ingin membunuhnya, Rudi Gudel. Rudi Gudel ingin membalas kematian sahabatnya yang disebabkan oleh ibu Kirik, Wulandari. Sayang, Wulandari keburu mati dan Kirik kini diincar untuk menggantikannya.
Sobar adalah polisi yang berduel dengan Entang Kosasih dan menembak monyet itu. Monyet itu mencuri revolvernya dan menembak mati rekan kerjanya, Joni Simbolon. Tak pernah Sobar sangka, kepindahannya ke Rawa Kalong yang katanya membosankan justru membawa petaka. Padahal, yang ia inginkan adalah meninggalkan masa lalunya, di mana ia tak sengaja menembak mati calon anaknya sendiri.
Dalam launching novelnya di Gramedia Central Park yang saya hadiri, Eka Kurniawan memang bercerita bahwa ia ingin membuat cerita dengan konsep 1001 Malam, di mana di dalam cerita itu terdapat banyak alur dan banyak tokoh namun tetap memiliki benang merah sehingga pembaca akan menjadi sama seperti Sultan yang tersihir dengan cerita Sang Putri setiap malam, terus penasaran dan terbuai dengan setiap kisahnya. Saya rasa Eka Kurniawan berhasil. Kisahnya begitu kaya dan mengeksplor segala jenis emosi makhluk hidup yang terlibat di dalamnya.
Favorit saya tentu kisah si tokoh utama, O, yang begitu teguh memercayai Entang Kosasih, walau jalan yang harus dilaluinya begitu berat. Selain itu, saya juga menyukai kisah pasangan kiai dan perempuan gila yang buat saya sangat romantis--kamu harus cari tahu sendiri hubungan mereka dengan O dari mana yaa...
O merupakan perkenalan yang baik saya dengan karya Eka Kurniawan. Tulisannya mudah dimengerti--terutama oleh orang yang biasanya menganggap sastra itu ribet seperti saya. Pemikirannya gila, tapi menarik. Konsep fabel untuk dewasanya ini sungguh memuaskan saya. Tak heran jika saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca teman-teman semua.
Akhir kata, terkadang binatang memang bisa lebih manusia daripada manusia dan manusia bisa lebih binatang daripada binatang.
Dapet buku O gratis, langsung ditanda tangan penulisnya. |
Posting Bareng BBI Maret 2016 dengan tema #BBILagiBaca
Link share tweet #BBILagiBaca novel O:
Tweet 1-18: http://chirpstory.com/li/309969
Tweet 19-26: http://chirpstory.com/li/309968
Cerita-cerita karya Eka memang 'gila', semakin tidak sabar menunggu gajian buat beli buku ini. Trims ulasannya.
BalasHapus