Sabtu, 06 Juli 2013

Refrain

Judul: Refrain
Pengarang: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media
Tahun Terbit: 2013 (cetakan pertama 2009)
Halaman: 317
Harga: Rp. 46.000


"Di antara kita berdua, siapa ya kira-kira yang bakal jatuh cinta duluan? Kamu atau aku?"
Nata secara otomatis menjawab pertanyaan itu. "Kamu."
Niki tergelak. "Mungkin. Tapi, kamu atau aku, kita harus saling cerita, ya? Janji?"
Nata hanya tersenyum dan mengangkat bahu, tidak ingin berjanji apa-apa.

Niki dan Nata, dua sahabat berbeda jenis kelamin yang tumbuh bersama sejak kecil hingga kini menginjak SMA. Niki yang centil dan gaul, dan Nata yang kalem dan suka bermain musik. Biasanya mereka selalu melewatkan hari bersama-sama, ke sekolah naik sepeda berboncengan, berantem lalu berbaikan lagi, dan juga berbaring di atas trampolin milik Nata sambil melihat bintang. Persahabatan dua orang kemudian bertambah menjadi tiga orang dengan kehadiran Annalise yang blasteran, cantik, namun canggung dan kerap menutup diri. Berbagai peristiwa mereka lalui bersama, dengan canda dan juga air mata. Mereka saling menjaga. Mereka percaya bahwa persahabatan mereka akan abadi.

Suatu hari, perubahan mulai terjadi. Niki didekati seorang cowok. Kapten tim basket sekolah tetangga, Oliver. Niki dan Oliver akhirnya mulai berpacaran. Nata cemburu dan menyadari kalau ternyata ia telah jatuh cinta dengan Niki. Annalise kemudian mengaku menyukai Nata. Dan Niki merasa cemburu dengan kedekatan Annalise dan Nata.

Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanya orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya.

Mampukah persahabatan Niki, Nata, dan Annalise bertahan menghadapi cobaan ini? Bisakah mereka saling mencintai tanpa saling menyakiti?

Seperti kutipan sinopsis di back cover buku bahwa Refrain adalah "sebuah kisah cinta sederhana", demikianlah yang  saya rasakan ketika menuntaskan novel ini. Sebenarnya, kisah di buku ini hanyalah sebuah kisah biasa yang sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Kisah tentang persahabatan berubah menjadi cinta. Terasa familiar? Pastii... Tema ini cukup pasaran kok. Sebelum membuat review ini, saya pernah terlebih dahulu membuat review novel CoupL(ov)e karangan Rhein Fathia. Novel itu juga berkisah mengenai hal yang serupa, hanya dengan setting waktu yang lebih panjang. Sebelumnya, saya juga pernah membaca novel Pesan dari Bintang karangan Sitta Karina yang juga bercerita mengenai hal serupa. Sayang, ketika saya membaca novel tersebut, saya belum membuat blog ini. Padahal saya suka sekali dengan ceritanya. Lalu apa yang membuat novel Refrain ini berbeda, sampai-sampai sudah sampai di cetakan ke-17 (WOW!) dan difilmkan (dengan bintang Maudy Ayunda dan Afgan)? Apakah konfliknya? Uups, ingat, di awal paragraf ini saya sudah bilang bahwa novel ini hanyalah "sebuah kisah cinta sederhana". Jadi tidak mungkin dong konfliknya njelimet? Lalu apanya dong?

Nah, untuk pertanyaan apa yang membuat novel ini berbeda, saya pun tidak tahu jawabannya (dikeplak!). Karena sepanjang membaca novel ini, saya terus menerus menunggu momen dimana saya merasa "Nah ini dia!". Seperti ketika membaca novel-novelnya Sarah Dessen kira-kira. Sekedar informasi, Sarah Dessen adalah pengarang novel-novel contemporary young adult yang sangat terkenal di Amerika sana. Novel-novelnya cukup tebal dan alurnya terasa lambaaaat sekali karena kisahnya hanya seputar kehidupan sehari-hari si tokoh utama. Namun, jika kamu terus membaca dan mengabaikan rasa bosan yang kamu alami di bab-bab awal, kamu akan mendapati bahwa sebenarnya ada makna yang sangat dalam dan pelajaran yang sangat bagus di cerita tersebut. Nah, itulah yang saya cari ketika membaca novel Refrain. Sayangnya, sampai saya bertemu foto Winna Efendi alias sampai ke halaman terakhir banget, rasa itu tidak muncul juga. Kisah cinta segi empat antara Niki, Nata, Annalise, dan Oliver terasa hanya di permukaan. Hambar-hambar pisang (eyaaa!). Terlalu mudah diselesaikan. Hubungan persahabatan Niki-Nata-Annalise pun rasanya terlalu banyak diwarnai dengan kompromi. Akhirnya, cerita yang seharusnya terasa dekat dengan kehidupan nyata pun malah menjadi jauh dari kenyataan. Karena terlalu indah untuk kenyataan.

Sebenarnya banyak bagian yang sangat potensial menghadirkan konflik yang cukup "nendang", di bagian mana, saya tidak bisa menjelaskan karena pastinya akan membocorkan cerita. Seandainya saja penulis membiarkan tokoh-tokohnya untuk memiliki sifat egois sedikit saja. Egois kan manusiawi.  Hehe. Jika menyebut tokoh novel Winna Efendi yang lain, saya berharap tokoh-tokoh novel ini sedikit saja memiliki ke-ngasal-an Maybella di novel Unbelievable, yang saya rasa karakterisasinya lebih hidup ketimbang Refrain.

Lalu mengenai typo error. Nah ini saya heran. Mengingat ini cetakan ke-17, kenapa masih banyak typo error ya? Saya sih tidak mendata, namun beberapa yang saya ingat misalnya "adahal" seharusnya "padahal", lalu  di "Wish # 44: menjadi anak-anak lagi, yang tidak pernah memus- ingkan banyak hal rumit (nata)". Sungguh penggalan kata yang aneh. Selain typo error, ada juga kesalahan penyebutan film "Breakfast at Tiffany's" menjadi "Breakfast in Tiffany's" serta penulisan "stereofoam" untuk "styrofoam".

Terakhir untuk bagian kritik saya, mengenai logika. Ada bagian yang bercerita mengenai si "itu" pergi ke luar negeri selama lima tahun, meninggalkan si "ini". Nah, selama lima tahun kepergian si "itu", sepertinya si "ini" benar-benar kehilangan kontak dengan si "itu" sampai-sampai begitu si "itu" muncul kembali dengan tiba-tiba, si "ini" merasa sangat kaget dan memiliki banyak hal untuk diceritakan. Lah, emang nggak ada YM (karena novel ini pertama kali terbit tahun 2009, saya kurang yakin juga Skype sudah ngetren seperti sekarang, tapi yang jelas, di tahun 2007-2008, saya sudah sering chatting dengan webcam laptop via YM)? Memang nggak ada provider handphone yang kasih telepon gratis pada jam tertentu (saya ingat teman saya yang LDR waktu itu kerap menggunakan fasilitas ini untuk telepon pacarnya yang lagi studi di Cina)? Lagian bukannya si "itu" missing in action juga kan? Hmm..

Cukup mengenai kritik saya terhadap buku, sekarang ke bagian puja-puji aja bagaimana? Pertama, saya suka layout buku ini luar dalam. Ilustrasinya bagus, dan ide sub babnya buat saya menarik. Ukuran tulisannya pun pas dan enak di mata. Kedua, gaya bercerita Winna Efendi yang menggunakan bahasa sehari-hari dan tidak puitis njelimet, walau ada beberapa bagian yang menggunakan syair lagu dan puisi. Buat saya, gaya bercerita semacam ini yang paling cocok dengan saya. Ketiga, ide trampolin sebagai tempat nongkrong itu unik banget. Saya suka. Jadi pengen punya satu di rumah. 

Sekian review saya, semoga bisa memberi masukan.

Review ini dibuat dalam rangka event UnforgotTEN Gagasmedia. Terima kasih atas paket bukunya, dan terimalah penghargaan saya dalam bentuk review. Sukses selalu Gagasmedia!

17 komentar:

  1. aku udah baca setengah buku Nana, juga belum nemu bagian yang bikin wow...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaaah dibaca juga reviewnya. hihi..
      Selamat membaca!!
      Sekarang aku penasaran sama filmnya. ehehe

      Hapus
  2. Aku udah baca. Tapi menurutku memang sederhana. Tapi lumayanlah buat penyegaran cinta segitiga. Karena akhirnya pada punya jodohnya sendiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho'oh sederhana banget ceritanya.. Sampe nggak ada momen yang bisa masih terus terngiang-ngiang setelah baca. Hee

      Hapus
  3. Setuju banget sama komentar kamu, novel ini emang sederhana :D (Sampe aku juga lupa lagi ceritanya gimana, pokonya ingetnya cuma bagian Nata suka Niki, udah :D Hehe)
    Dan iya banget, kadang novel-novel itu suka bikn kesalahan besar dimana mereka tuh cuma ngambang-ngambang hambar gitu, ga ditelusurin yang dalem, padahal potensinya udah ada. Nice review, by the way! :D

    Makasih juga udah mampir ke blog aku :)

    Neysa @ [B.O.O.K.L.I.F.E]

    BalasHapus
  4. Wah, review-nya detail banget! >< Dan yaa, saya setuju: ini memang novel yang sederhana. Karakternya kurang nendang, dan untuk logika, saya juga bingung. Tiba-tiba di akhir eh sudah begitu saja. Tapi, setelah nonton filmnya, ternyata ada banyak adegan yang beda, ya? Mungkin di film lebih dirincikan lagi sehingga bisa "lebih" ngeh daripada novelnya. Bukan berarti ini novel yang enggak bagus lho! Ceritanya cocok buat yang enggak mau dibuat pusing sama kata-kata yang rumit. :)))

    BalasHapus
  5. Pas aku baca novel ini, aku happy banget, dan menurutku ini novel terbagus sepanjang masa! Tapi kalau dipikir-pikir, inti ceritanya emang sederhana dan umum banget, ya... Dan ternyata itulah yang bikin aku kagum sama kak Winna. Ide novel kak Winna gak pernah WOW banget, tapi entah kenapa, kak Winna selalu berhasil bikin aku kagum dengan semua karyanya. T.O.P! Thanks kak reviewnya. Detail dan kece banget! :3 Keep posting <3

    BalasHapus
  6. Saya sudah baca novel ini, sederhana tapi ngena. Jadi saya tertarik untuk membaca karya mba Winna yang lain. Namun saya agak kecewa dengan filmnya yang kurang terasa.

    BalasHapus
  7. Saya bingung pas diskusi sama temen kantor yang ikut baca novel ini. katanya bagus banget. tapi kok menurut saya biasa saja. walaupun saya emang menikmati bagaimana Mbak Winna Effendi merangkai kata0katanya. keren lah.

    BalasHapus
  8. Novel fiksi favorit sampai saat ini, rasanya cerita di dalamnya situasional banget, pas dengan keadaan sekarang, lagi masa-masa friendzone-nya, apalagi latarnya anak SMA :d

    Suka juga kalimat ini :D "Tidak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanya orang-orang yang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankannya."

    BalasHapus
  9. Aku udah baca bukunya.. tp berasa ga terlalu wow banget, pengen deh nonton filmnya juga... tp belom sempet2 ^^

    BalasHapus
  10. Aku udah nonton filmnya belom baca bukunya dan berhasil bikin nggak ngerti :D
    Kata temen yang udah baca bukunya terus nonton filmnya agak aneh sih filmnya, nggak sama-sama banget kayak bukunya jadi penonton yang belum baca bukunya nggak bakalan ngerti sama filmnya :D

    BalasHapus
  11. Setuju sama review-an kakak ini, novel yang ini kurang se-wow novel kak Winna yang lain, diawal-awalnya sedikit membosankan, cuma karena gaya bahasa kak Winna yang oke jadi aku baca sampai habis. Konfliknya kurang nendang, jadi kurang greget:3 tapi lumayan oke sih :)
    Film nya juga kak T-T, kenapa Niki sama Nata nya berantemnya cuma sebentar? Cepet banget baikannya, jadi pas mau nyesek eh malah gajadi :D tapi cukup menghibur.

    BalasHapus
  12. reviewnya kakak keren. jadi pengen baca buku ini, apalagi covernya itu mirip yah sama raksasa dan jogja karya dwitasari

    BalasHapus
  13. Iya ya kayaknya di filmnya ada penambahan yang sebenernya nggak perlu.

    BalasHapus
  14. Kok jadi malas baca ya setelah baca review ini? Saya malah jadi penasaran sama yang Unbelievable yang kata Kak Nana punya tokoh yang "hidup" :))

    BalasHapus
  15. Sarah Dessen? Ah aku jadi penasaran Kak.

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini