Jumat, 29 Mei 2015

Baca Bareng BBI Mei 2015 : Pasung Jiwa

Judul: Pasung Jiwa
Pengarang: Okky Madasari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2013
Halaman: 323
Harga: Rp. 55.000 (jadi Rp. 44.000 di bukabuku)


Pasung  Jiwa menceritakan kisah dua teman, Sasana atau Sasa dan Jaka Wani atau Cak Jek, yang sama-sama ingin hidup bebas namun pada kenyataannya selalu terkungkung oleh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Sasana tumbuh di keluarga yang berkecukupan. Ayahnya pengacara, ibunya dokter bedah. Sejak kecil ia berlatih piano, namun jatuh cinta pada musik dangdut yang dibenci orang tuanya. Selain itu, Sasana selalu merasa terperangkap di tubuh yang salah. Ia seharusnya terlahir sebagai wanita, seperti adiknya yang cantik, Melati. Nasib membawanya menjadi penyanyi keliling dalam busana perempuan, yang memiliki nama panggung Sasa, bersama alunan gitar Cak Jek di kota Malang. Berbagai kejadian yang traumatis menimpa Sasa dan membuatnya mempertanyakan, mungkinkah kebebasan tubuh dan pikiran bisa ia dapatkan?

Jaka Wani alias Cak Jek pada mulanya adalah seniman jalanan yang mengagungkan hidup bebas. Mencari uang dengan cara yang ia suka, hanya untuk makan dan kebutuhannya sehari-hari. Bersama Sasa, ia memiliki impian suatu hari akan terkenal sebagai seniman. Suatu insiden membuatnya ditangkap dan berakhir dengan pelarian diri di kota Batam. Di Batam, ia bekerja sebagai buruh pabrik, namun kerinduannya akan kebebasan membuatnya dikejar-kejar dan kembali melarikan diri ke Jakarta. Di sana, ia bertemu sebuah laskar berbaju putih yang menghalalkan kekerasan dengan dalih agama. Jaka Wani kini menjadi Jaka Baru dan siap menghancurkan apa pun yang dinilai menodai agama. Namun, benarkah hal itu yang diinginkan hati nuraninya?


*******

"Be Yourself". Dua kata yang sering kita dengar atau mungkin juga ucapkan, namun begitu sulit kita terapkan. Bagaimana bisa menjadi diri sendiri jika sebenarnya setiap mata yang memandang kita akan selalu menilai apa yang kita katakan dan lakukan? Bagaimana bisa kita menjadi diri sendiri jika setiap ingin kita ternyata bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat? Dan inilah yang dinamakan Okky Madasari dengan Pasung Jiwa.

Pasung Jiwa mengangkat tema tersebut dalam cara yang ekstrem, melalui tokoh Sasa dan Jaka Wani yang bagaikan dua kutub bumi. Sasa yang lemah lembut namun berani mengekspresikan dirinya, selalu menghadapi siksaan dan cemoohan. Kebalikan dari Jaka Wani, yang selalu menggembar-gemborkan kebebasan berekspresi namun ternyata seorang pengecut dan selalu melarikan diri dan mencari kenyamanan diri semata. Di antara dua kutub, terdapat kita, para pembaca, dengan berjuta variasi pasung jiwa dan respon kita terhadapnya.

Ini buku ketiga Okky Madasari yang saya baca setelah Maryam dan 86, dan rasanya, semakin membaca karyanya, semakin saya menyukainya. Penuturan Okky Madasari terasa hidup. Di bagian kisah Sasa, saya benar-benar merasa Sasa sendiri yang menuturkan kisahnya. Sedangkan di bagian Jaka Wani, saya benar-benar dibuat kesal oleh keplin-planannya dan juga kepengecutannya. Balutan isu-isu sosial yang sempat merebak di tahun 1990-an seperti kasus pembunuhan buruh Marsinah (yang di novel ini bernama "Marsini"), kerusuhan 1998, sampai lahirnya laskar yang kerap melakukan kekerasan dengan dalih agama menambah menarik kisah Sasa dan Jaka Wani.

Pasung Jiwa saya rekomendasikan untuk pembaca yang hidup dalam pasung jiwa-nya masing-masing, serta pembaca lainnya. Buku ini dapat mengubah pandanganmu dalam menghargai orang lain.

"Tak ada jiwa yang bermasalah. Yang bermasalah itu kebiasaan, aturan, orang-orang yang mau menjaga tatanan." -- halaman 146.

 Ditulis dalam rangka Baca Bareng Mei 2015 BBI : HAM dan kritik sosial


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini