Jumat, 19 April 2013

Marginalia

Judul: Marginalia
Pengarang: Dyah Rinni
Halaman: 304
Penerbit: Qanita
Tahun Terbit: 2013
Harga: Rp. 49.000 (Rp 41.650 di bukabuku dan bukukita)



Marginalia adalah kata magis yang mempertemukan Aruna dan Drupadi. Aruna, si rocker yang patah hati sepeninggal kekasihnya, dan Drupadi, si wedding organizer yang sedang dibuat kewalahan oleh tingkah sang calon pengantin wanita yang juga sepupunya, Inez, yang selalu berubah pikiran.

Lewat tulisan catatan pinggir pada sebuah buku, akhirnya keduanya saling mengenal. Awalnya tidak terlalu baik, keduanya berkelahi. Namun lama kelamaan mereka saling menyukai. Sayang, perjalanan cinta mereka tidak semulus itu. Masa lalu sepertinya selalu menghantui.

Aku adalah Yudhistira
Aku adalah Arjuna
Aku adalah Bima
Aku Nakula Sadewa
Berapa Bharatayudha harus kujalani?
Berapa kurawa harus kuhancurkan?
Demi cintamu. Demi kehormatanmu.
Jiwaku. Ragaku. Hidupku. Matiku.
Drupadiku.

Marginalia. Kata yang sebenarnya belum pernah saya dengar sebelum saya bertemu novel ini. Serius. Apa saya yang kurang gaul ya? Kalau marginal saya tahu, misalnya saja dari sebutan "kaum marginal" alias kaum yang terpinggirkan. Tapi marginalia... Apa itu?

Saya baru tahu arti marginalia ketika secara tak sengaja saya ikutan launching buku-buku pemenang lomba penulisan novel Qanita Romance Sabtu lalu. Jadi ceritanya, sebelumnya, saya sempat berkomunikasi dengan seorang pengarang, yang ternyata menjadi juara pertama lomba penulisan novel ini, tentang salah satu novelnya. Kemudian, ia mengundang saya ke acara launching ini (Siapa pengarangnya dan dalam rangka apa saya berkomunikasi dengan dia? Kamu bisa tahu sebentar lagi. Ehehehe *sokrahasia*). Nah, novel Marginalia ini adalah karya pemenang kedua lomba tersebut, Dyah Rinni, dan di hari itu, Dyah Rinni hadir di sana dan bicara mengenai novel ini. Ternyata... Marginalia itu adalah istilah untuk catatan yang dibubuhkan di pinggir sebuah buku (notes written in the margin menurut artikata.com)! Dyah Rinni menulis cerita mengenai si catatan pinggir ini. Wow! Menarik kan? Dengan segera saya pun tertarik untuk membaca buku Marginalia ini.

Dengan ide cerita yang unik, seharusnya cerita Marginalia bisa menghadirkan sesuatu yang fresh. Ketika mendengarkan para juri dan pengarang membicarakan buku ini, saya sudah tidak sabar untuk menikmati ceritanya, dengan harapan menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah saya temui di novel-novel yang selama ini saya baca. Sayangnya, ternyata ekspektasi saya tidak seluruhnya tercapai.

Sebelum membaca, saya mengharapkan akan menemukan kisah yang dituturkan melalui marginalia buku, balas-membalas catatan pinggir yang kemudian membentuk cerita. Semacam The Boy Next Door-nya Meg Cabot yang menggunakan email atau Thirteen Reasons Why-nya Jay Asher yang menggunakan rekaman kaset untuk membentuk suatu cerita yang utuh. Sayangnya, ternyata tidak demikian. Kisah Aruna dan Drupadi dituturkan secara konvensional. Untungnya, kisah ini dituturkan dari sudut pandang Aruna dan Drupadi secara bergantian, bukan dari sudut pandang orang ketiga. Hal ini membuat kisah Marginalia terasa sekali dinamikanya. Ketika saya membaca cerita dari sudut pandang Aruna, saya merasa seperti berlari mengikuti Aruna yang menggebu-gebu dan emosional. Sebaliknya, mengikuti sudut pandang Drupadi terasa sekali ada perasaan sakit hati yang dipendamnya dan usaha menahan diri. Untuk hal penokohan, menurut saya pengarang berhasil melakukannya dengan sangat baik.

Setelah selesai membaca, saya sebenarnya cukup terhibur membaca kisah Aruna dan Drupadi karena faktor penokohannya tadi. Namun sayangnya, saya merasa kisahnya secara keseluruhan seperti sinetron stripping dimana hal-hal yang tadinya tidak pernah diceritakan tiba-tiba saja muncul dan menimbulkan konflik baru. Misalnya saja mengenai masa lalu Inez, sepupu Drupadi yang akan menikah. Awalnya ia hanya tampil sebagai klien wedding organizer Drupadi yang rese dan manja, tapi di akhir-akhir kenapa tiba-tiba ia bisa punya kisah masa lalu seperti itu? Dan kenapa ia sampai membenci Drupadi sedemikian rupa? Lalu mengenai mantan kekasih Drupadi yang anak band. Kenapa ia harus muncul? Bukannya di awal cerita masalah Drupadi hanya dengan Adnan, si kekasih yang alim namun tiba-tiba menyeleweng dan menikah dengan orang lain? Semakin ke belakang, kisah Marginalia semakin terasa bercabang dan membingungkan.

Entah apa saya yang "aneh" atau bagaimana karena kenyataannya novel ini memenangkan juara dua lomba penulisan novel romance Qanita, yang pastinya telah dinilai dengan seksama oleh orang-orang yang ahli di bidangnya, namun saya tidak merasakan sesuatu yang istimewa dari novel ini. Pada akhirnya saya hanya bisa bilang bahwa mungkin ini "not my cup of tea" atau mungkin memang bukan selera saya.

Beralih dari soal isi cerita, saya juga ingin mempertanyakan mengenai sampul buku. Kenapa sih dipilih gambar yang seperti notes-notes imut di toko buku? Apa hubungannya dengan kisah di dalamnya? Jika melihat kisah Marginalia, akan lebih tepat jika dipilih gambar buku dengan catatan pinggir dan gitar sebagai ilustrasi sampul, atau bisa juga gambar kafe dengan siluet pria dan wanita di dalamnya. Ilustrasi sampul yang digunakan menurut pemikiran saya tidak nyambung dengan cerita sama sekali, walau memang manis.

Akhir kata, novel ini kurang memuaskan untuk saya. Namun mungkin jika kamu menyukai kisah ringan dan romantis, apalagi dengan tokoh utama rocker, kamu bisa mencoba untuk membaca novel ini.

Special thanks to Mas Ijul untuk pemberian bukunya.


14 komentar:

  1. covernya lucu :3
    *masukin di daftar buruan kalau berpetualang ke showroom mizan*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya covernya lucu, sayang menurutku nggak nyambung sama isinya. Hehe

      Hapus
  2. aku tahu nih siapa juara pertama :p

    BalasHapus
  3. Nana keren ih, mau nyoba beli buku dari pengarang baru. Kalo aku beli kalo rame dibilang bagus banyak orang #kaumtakmenentu ;))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini dikasih sama Mas Ijul kok. Ihihi.
      Hehe. Ini juga beli karena kebetulan datang acara launchingnya dan buku ini terdengar menarik.

      Hapus
  4. Baru baca di sini. Tadinya tertarik banget, nih, sama Marginalia, soalnya lagi garap yang bau-bau Sanskrit. Sinopsisnya itu loh, dan nama 'Drupadi'nya, menarik banget jadinya. Tapi ternyata nggak terlalu memuaskan, ya?
    Saya juga baru tahu marginalia itu artinya tulisan di margin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau menurutku, nama-nama tokoh pewayangan dan marginalianya itu cuma buat menarik pembaca, tapi isinya secara keseluruhan nggak menyangkut dua hal itu. Tapi coba aja baca dulu.
      Btw aku nunggu buku tentang fashion-nya lho. Ehehehe

      Hapus
  5. Terima kasih resensi dan masukannya. Semoga tidak kapok untuk membaca karya saya berikutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf ya resensinya banyak kritik. Nggak kapok kok. Sebenarnya saya suka gaya penceritaan dan penokohan di novel ini. Saya suka baca novel yang dual POV, membantu saya lebih masuk ke karakter tokoh2 utamanya. Cuma mungkin tidak sesuai ekspektasi saya. Makanya biasanya saya emang lebih memilih baca novel dulu sebelum ikut talkshow dengan penulis mengenai novel yang bersangkutan. Kalo yang kemarin ini kan kebalik urutannya. Eheheh. Keep writing yaaa!

      Hapus
  6. Buku yang pernah kakak baca dan menurut kakak bagus buku apa yaa ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa dibaca review-review lain di blog ini. Banyak kok yang menurut saya bagus. Kalau untuk buku pengarang Indonesia yang terakhir yang saya suka CoupL(ov)e karangan Rhein Fathia, sampai bela-belain minta bukunya satu lagi buat di-giveaway-in di blog ini (ehehe). Kalau pengarang luar negeri, yang terbaru mungkin The Joshua's File series-ny MG Harris, karena seru.

      Hapus
  7. Saya suka covernya. Tapi tetap penasaran dengan ceritanya.

    BalasHapus
  8. sejak baca unfriend you, saya langsung suka dengan penulis ini. tapi, marginalia masih dalam wishlist. :)

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini