Selasa, 31 Juli 2012

Posting Bareng BBI: De Harmonie

Judul buku: De Harmonie
Pengarang: Yanti Soeparmo
Tahun terbit: 2011
Jumlah halaman: 384 halaman
Penerbit: Laksana
Harga: Rp. 46.000



Batavia, 31 Agustus 1920. Rafael van den Berg atau Rafa adalah seorang dokter berkebangsaan Belanda yang "nyeleneh". Ia selalu membangkang dari ayahnya, Leonard van den Berg, dengan memutuskan menjadi dokter ketentaraan dan merawat bukan saja prajurit Belanda, namun juga inlander, di sebuah desa di Garut. Sepulang dari tugasnya di daerah Garut pada tahun 1919 dalam keadaan luka baik fisik maupun batinnya, kini ia dijodohkan ayahnya yang pengusaha perkebunan dengan Annemarie Bakker, putri seorang pengusaha perkapalan, yang cantik. Diharapkan dengan menikahi Annemarie, Rafa lambat laun akan ceria kembali. Kini, dalam acara perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina, Rafa dipaksa datang ke pesta dansa yang meriah di Societeit De Harmonie untuk lebih mengenal tunangannya tersebut. Sayang, acara ditutup dengan pembunuhan seorang Belanda bernama Mayor Laurens Vlekke, ex tentara yang pernah juga bertugas di Garut. Ia meninggal di dekat kereta kudanya karena tertikam pisau. Rafa adalah yang melaporkan penemuan mayat itu, namun ia bukan yang pertama menemukannya. Sebelumnya, seorang pelayan wanita terlebih dahulu menemukannya kemudian melarikan diri. Wanita itu mengingatkan Rafa pada Salma, seseorang yang dikenalnya di Garut.

Inspektur Jacques Hasselaar adalah pemimpin penyidikan kasus pembunuhan Mayor Laurens Vlekke. Dikumpulkannya semua orang yang pada saat itu kemungkinan bertemu dengan sang korban di saat menjelang kematiannya. Ada Rafa, Hendrick van Rechteren sang rekan bisnis Vlekke, dan Midin si kusir kereta kuda yang disewa Vlekke. Lalu kemudian menyusul Salma yang rupanya benar adalah wanita yang ditemui Rafa sebelum Rafa menemukan mayat Vlekke. Saat itu, Salma sedang mengembalikan jas Vlekke yang baru disetrika akibat ketumpahan kuah sup. Dari hasil pemeriksaan, Salma adalah yang paling mungkin menjadi pelaku pembunuhan karena ia lah yang punya akses ke dapur untuk mengambil pisau dan menikam Vlekke. Namun saat itu, tiba-tiba Rafa malah mengaku sebagai pembunuh Vlekke.

Inspektur Hasselaar tidak percaya dengan pengakuan Rafa karena tidak masuk akal, namun lelaki itu tetap mengotot. Akhirnya Rafa masuk penjara. Tak lama kemudian, tanpa terduga, Salma malah turut mengaku sebagai pembunuhnya. Inspektur Hasselaar bertambah bingung. Ia lalu melakukan penyidikan lebih mendalam dan mencoba mencari ada hubungan apa sebenarnya diantara Rafa, Salma, Vlekke, dan beberapa saksi lainnya. Ternyata, mereka semua memiliki masa lalu yang terhubung dengan satu kota bernama Garut dan insiden yang pernah terjadi disana dua tahun sebelumnya.

Jadi siapa pembunuh Vlekke sebenarnya? Ada hubungan apa antara Rafa, Salma, dan Vlekke di masa lalu? Apa yang terjadi di Garut?

Cukup lama buku ini saya biarkan bertengger di rak buku saya. Dulu, ketika saya membelinya, saya sedang tergila-gila dengan novel-novel historical romance-nya Julia Quinn dan ketika melihat novel ini di rak buku Gramedia, saya berpikir, "wah, buku ini seperti historical romance-nya Indonesia" dan saya pun membelinya. Sayang, ketika membuka halaman demi halaman bukunya, saya agak kecewa dengan kualitas cetakannya yang seperti buku bajakan (baca: tintanya kadang buram di beberapa halaman). Belum lagi gambar lelaki di cover-nya yang entah siapa maksudnya karena itu tidak mungkin menggambarkan Rafa yang Belanda tulen. Maka saya pun kehilangan minat untuk membacanya.

Baru-baru ini, ketika Goodreads Indonesia dan Blogger Buku Indonesia mengadakan baca bareng buku bergenre Historical Fiction, saya pun memutuskan untuk membaca lagi buku ini. Tidak saya sangka, ternyata isi buku ini menarik juga dan membaca buku ini sampai habis tidak memerlukan waktu yang lama saking asyiknya.

Kasus pembunuhan di buku ini agak mengingatkan saya pada cerpen-cerpen kriminalnya Intisari karena perlahan-lahan pembaca akan dibukakan fakta demi fakta mengenai Mayor Vlekke dan masa lalu para tokoh yang terlibat dalam kasusnya. Ada dua tokoh yang akan pembaca ikuti jalan pikirannya dalam novel ini, yaitu Inspektur Hasselaar dalam hal penyelidikan kasus (polisi ini top banget deh, tekun dan tidak kenal lelah menyelidiki petunjuk demi petunjuk. Ia tidak mudah puas walau Rafa jelas-jelas telah mengaku sebagai pembunuhnya) dan Rafa dalam hal kisah masa lalu dan pertalian para tokohnya di Garut. Perlahan-lahan, pembaca akan mengerti kalau ternyata kasus ini bukan hanya sekedar kasus pembunuhan biasa namun ada dendam yang sangat mendalam dibaliknya.

Namun begitu, sebenarnya saya tidak merasa plot detektif cerita ini sebagai bagian terkuat dan termenarik dari buku ini. Jujur saja, saya sebenarnya sudah bisa menebak pelaku pembunuhan dari awal cerita, namun alasannya yang baru saya ketahui belakangan. Kekuatan novel ini yang terutama justru pada penggambaran setting masa lalunya yang sangat detail dan kuat. Penggambaran Batavia di masa lalu dengan tremnya dan nama-nama jalannya disertai catatan kaki mengenai nama jalan-jalan tersebut saat ini membuat saya bisa berimajinasi mengenai bagaimana situasi Jakarta pada saat itu. Pencantuman insiden penyerangan Belanda di Garut terhadap Haji Hasan Arif yang menolak menjual hasil taninya kepada pemerintah Belanda serta mengaitkan peristiwa itu dengan rangkaian cerita novel ini menurut saya juga sangat baik. Sebelumnya, saya tidak pernah tahu mengenai insiden penyerangan ini karena memang tidak pernah diajarkan dalam pelajaran sejarah. Namun, berkat novel ini, akhirnya saya browsing internet dan saya bisa belajar lebih banyak mengenai sejarah ini. Intinya, kekuatan utama novel ini adalah bagaimana novel ini bisa mendidik pembacanya mengenai sejarah bangsa ini tanpa terkesan menggurui. Semua detail sejarah itu membaur dalam keseluruhan cerita.

Mengenai tokoh-tokohnya, saya memilih Inspektur Jacques Hasselaar sebagai tokoh favorit saya, bukan Rafa si tokoh utama. Menurut saya, Inspektur Jacques ini sangat menarik. Awalnya, ia tampak serius dan kaku. Namun lama kelamaan, saya melihat kalau ia ternyata orang yang benar-benar berintegritas dan mencintai pekerjaannya. Lucunya, di novel ini akhirnya ia jatuh cinta pada salah satu tokoh wanita dan agak-agak ngenes sih sebenarnya. Untung happy ending. Rafa, menurut saya, terlalu sok idealis dan menggebu-gebu. Ia mudah emosi dan tidak berpikir panjang.

Satu kritik terakhir untuk buku ini, selain masalah kualitas cetakan yang seperti bajakan, adalah ketidakkonsistenan penulis menulis nama Salma. Jadi ceritanya, Salma ini akan dipanggil Salmah oleh orang-orang desanya yang berlidah Sunda namun Rafa dan orang-orang Belanda di Batavia akan memanggilnya Salma tanpa huruf h. Di novel ini,  nama Salma kerap kali ditulis Salma dan Salmah, bahkan dalam satu kalimat yang bukan berupa percakapan pun bisa terdapat penulisan Salma dan Salmah. Agak membingungkan saja sih membacanya. Seharusnya, penulis lebih konsisten memilih mana yang akan digunakan sebagai ejaan nama Salma sebenarnya, Salma atau Salmah dan menggunakan ejaan yang terpilih tadi dalam seluruh kalimat yang bukan kalimat percakapan.

Kesimpulannya, buku ini recommended untuk pembaca yang ingin membaca buku-buku historical fiction berlatar belakang sejarah Indonesia. Sekali baca bisa dapat hiburan dan pengetahuan sekaligus. Sayang buku ini kurang publikasi.

Oh iya, gara-gara baca buku ini, saya jadi hobi browsing dan berkhayal gimana rasanya hidup di Batavia. Ini beberapa gambar yang saya dapat dari browsing kanan-kiri.

Societeit de Harmonie, sekarang sudah dirubuhkan gedungnya.

Central Bergerlijk Ziekenhuis, tempat Rafa kerja, sekarang jadi RS Cipto

Trem di Batavia. Jadi pengen naik.. Gila Jakarta sepi amat jalannya!!

28 komentar:

  1. Lahhh, ini bukunya udah lama ada di kantor tp belum juga saya baca hahaha ...waduh cetakannya kurang jelas ya Mbak? oke deh ntar saya laporkan ke bos biar anak cetak gak ngantuk. Tp bukan bajakan kok mbak, masak buku Divapress dibajak *kurang kerjaan bener hehe makasih reviewnya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mas Dion kerja di penerbitnya? nguahahaha.. iya tintanya banyak yang ilang2 di beberapa halaman. Aku beli bukunya di Gramedia sih, jadi tau kalo nggak bajakan. Tapi buku ini jarang ada ya di toko buku. Genre kayak gini perlu diperbanyak nih. Seru belajar sejarah tapi nggak perlu puyeng *ketauan males mikir*

      Hapus
    2. Ini buku terbitan Divapress? Mau dong mas Dion... *eh

      Hapus
    3. saya juga mauuu hahahaha, kalo mo nitip diskon 40% ke saya hahaha tp blm ada buntelan coz ini buku lamaaa

      Hapus
    4. ayo buka lapak buka lapak. Diskon 40% itu lebih dari lumayan lhoo..

      Hapus
    5. diskonnya gedeee...WOW...
      #ngiler

      ayo masnya, disegerakan.. #eh :D

      Hapus
    6. wah saya mau pesen dunk mas bukunya, serius nih.. *ngiler* caranya?

      Hapus
  2. wah iya nih ceritanya kayak historical romance versi indonesia, Laksana masuk divapres toh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi nggak ada adegan sensornya kok. Amaaan.. huwehehehe. Surprised juga nemu buku dalam negeri seperti ini. Agak nyesel kenapa dianggurin lama banget di rak buku.

      Hapus
  3. wow, bukunya berlatar Bataviaa.. *masih sepi begitu itu jalanan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Kemana-mana kalo nggak naek delman ya naek trem. Mobil masih jarang banget.

      Hapus
  4. Balasan
    1. Minta sama mas Dion Yuliantooo... kkk...
      Udah gak keliatan di toko buku nih. Cek di bukabuku.com juga out of stock. Gimana ini?? udah dipromosiin gratis padahal. huwakakakakak...

      Hapus
    2. Kalo mo pd nitip bisa ke aku, ntar kutanyakan di gudang ... diskon 40% doank sih

      Hapus
  5. wuiihh... jadi pingin baca juga.. *pinjem boleh tak? :nyengir:

    kilasbuku.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. boleh boleh. tapi tinggalnya dimana? aku di Jakarta. Kalo beda kota agak berat di ongkos yak.

      Hapus
  6. Nama tokohnya bikin puyeng ~___~
    Liat gambar2 Batavia di atas jadi inget sama kampung halaman di Malang. Pengaruh Belandanya masih kuat banget, palagi struktur gedung2nya :D

    BalasHapus
  7. Hidup novel indonesia, #ehh

    BalasHapus
  8. Wow, seru nih kalo kita adain baca bareng buku ini. Itung2 memperkuat rasa persatuan dan kesatuan Indonesia #edisiHariMerdeka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tuh mumpung lagi ada yang buka preorder Ky. hihihi...

      Hapus
  9. Hmm....super nostalgia banget buku ini, jaman belanda.
    Pasti susah nemunya

    BalasHapus
  10. o ya, sebelumnya pernah baca buku penulis yang judulnya Runtuhnya Menara Azan
    sama-sama hisfic, tapi mengangkat pemberontakan petani di padang abad 19

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo ini tapi bukunya nggak fokus ke sejarahnya sebenernya mas, lebih ke kisah detektifnya, tapi ada kaitannya dengan peristiwa bersejarah. Jadi nggak berat dibaca dan serius

      Hapus
  11. Baru selesai baca semalem. Awalnya sih kurang minat pas ngeliat cover-nya, tapi pas dibaca halaman demi halaman malah semakin penasaran. Jadi tau keadaan Batavia pada masa kolonial Belanda. Latar nya di buat di dua tempat (Batavia dan Garut) jadi ga gampang bosen baca nya, Flashback nya juga bagus, tokoh-tokoh nya masing-masing punya karakter yang kuat (especially Dr. Rafa), pokoknya recomended banget deh buat dibaca..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya! Ini buku adalah salah satu contoh buku yang sebenernya bagus tapi mungkin karena kurang publikasi jadi kurang populer. Buku ini padahal termasuk ringan ceritanya tapi juga sarat sejarah. Asyik dinikmati. Kalo kemasannya lebih bagus pasti banyak yang minat beli

      Hapus
  12. Buku ini tidak sulit kan dicarinya? Saya (biasanya) suka dengan buku berlatar sejarah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya sih udah susah ya sekarang nyarinya. Soalnya nggak terlalu populer. Tapi kalo emang mau mungkin bisa hubungi mas Dion Yuliyanto (baca komen sebelumnya di ataaass banget) yang kerja di penerbitnya.

      Hapus
  13. nambah pengetahuan sejarah nih. cakep amat ceritanya, sayang kualitas cetakannya yang kurang. semoga masih ada bukunya

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini