Selasa, 12 April 2016

[ULANG TAHUN 5 BBI] Hari II : Surat untuk Ika Natassa

Dear Mbak Ika,

Dalam rangka merayakan ulang tahun Blogger Buku Indonesia (BBI) ke-5, kami ditugaskan untuk menulis surat terbuka untuk penulis favorit. Dan saya memilih Mbak.

I might not be your biggest fan, but I am a big fan of Critical Eleven. Hehehe.. 

Saya menyukai konsep berumah tangga yang Mbak angkat di novel Critical Eleven. Saya suka interaksi Ale dan Anya yang begitu natural, hidup, dan manis sebelum badai menerpa rumah tangga mereka. Dan saya lebih suka lagi bagaimana Ale menyikapi masalah rumah tangga mereka dan tidak lari melainkan terus berusaha menyelesaikannya. Iya sih, sikapnya Anya serius nyebelin banget, tapi saya bisa mengerti dan rasanya ikut sedih. Makanya, instead of bilang "Udah Le, tinggalin aja cewek dramarama kayak gitu", saya malah menyemangati Ale supaya nggak berhenti memperjuangkan Anya.


Saya pernah baca artikel di internet yang bilang bahwa tingginya angka perceraian saat ini disebabkan oleh semakin manjanya manusia; semakin manusia terbiasa untuk lari dari masalah atau sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman alih-alih mencoba memperbaikinya atau berkompromi. Akhirnya, yang namanya komitmen dalam pernikahan menjadi sesuatu yang langka. Lha, gimana mau komit menikah untuk seumur hidup ya, kalau misalnya nemuin cela dari pasangannya sedikit aja udah minta cerai?

Makanya, pas saya mendapati sosok Ale yang terus bertahan dan tetap optimis menghadapi Anya, saya benar-benar terkesan. Yang dibutuhkan seseorang yang lagi down tuh bukan pasangannya ikut-ikutan down, tapi pasangannya buat ngebantu mengangkat dia lagi.

Saya merasa terinspirasi dan diingatkan dari buku ini. Dan, setelah tamat baca bukunya, saya juga langsung merekomendasikan buku Critical Eleven ini ke teman-teman saya yang sudah menikah dan akan menikah. Penting banget dibaca. Hehe.

Dan saya paling suka bagian ini nih:

Malam ini aku teringat satu Minggu sore ketika Ale menemaniku menonton salah satu film romantic comedy di rumah, dan dengan menemani maksudnya dia duduk di sebelahku sambil membaca buku dan mengunyah kacang atom favoritnya. Ketika film selesai, Ale tiba-tiba nyeletuk, "You know, I never get all these men in movies who say 'I would die for you' bullshit."
"Why? It's romantic, isn't it?"
"Justru bodoh dan egois, Nya," Ale mengucapkan ini sambil tetap berkutat dengan sebungkus kacang atomnya. "Kalau memang benar-benar sayang dan cinta sama perempuan, jangan bilang rela mati buat dia. Justru harusnya kuat hidup untuk dia. Rela mati sih gampang, dan bego. Misalnya demi menyelamatkan istri lo, lo rela mati. Lo merasa udah jadi pahlawan kalau udah begitu, egois itu. Setelah lo mati, yang melindungi dan menyayangi istri lo lantas siapa? Lo meninggal dan istri menangisi lo karena nggak ada lo lagi, itu yang dibilang pahlawan? Seharusnya kalo lo memang bener-bener sayang, lo rela mengorbankan apa aja demi istri lo, tapi lo juga harus berjuang supaya lo tetap hidup dan tetap ada buat dia. Itu baru bener."

Akhir kata... selamat terus berkarya, Mbak. Semoga tulisan Mbak bisa terus menginspirasi pembacanya.

Regards,
Nana

Ditulis dalam rangka HUT BBI #BBISuratTerbuka


3 komentar:

  1. Aku juga bukan penggemar Ika, sih, tp aku juga suka CE. :')

    BalasHapus
  2. Buku ini ya, bener-bener sukses bikin mata berkaca-kaca. Love it soooo much.

    BalasHapus
  3. Belum pernah baca bukunya mba Ika, tapi pas baca buku ini lumayan suka :D

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini