Minggu, 17 November 2013

Seven Days

Judul: Seven Days
Pengarang: Rhein Fathia
Penerbit: Qanita
Tahun Terbit: 2013
Halaman: 294
Harga: Rp. 45.000 (Disc Rp. 38.250) di Mizan


Nilam dan Shen adalah dua sahabat berbeda jenis kelamin sejak kecil. Di usia 25, tatkala Nilam telah dilamar dengan pacarnya, Reza, Shen mengajak Nilam untuk berlibur selama 7 hari ke Bali. Nilam pun menyetujuinya. Mungkin ini adalah saat terakhir ia bisa bebas menghabiskan waktu bersama sahabatnya itu. Setelah ia menikah, tidak mungkin Nilam bisa sebebas ini lagi dengan Shen, karena ada perasaan Reza yang harus ia jaga.

Awalnya, perjalanan ke Bali terasa menyenangkan, sampai tiba-tiba Nilam merasakan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan kepada Shen. Mengapa Nilam merasa begitu nyaman bersama Shen? Mengapa Nilam sepertinya tidak ingin berpisah dari Shen?

Namun bagaimana dengan Reza? Mampukah Nilam mengkhianati Reza?
 
Membaca novel ini mau tidak mau mengingatkan saya dengan novel CoupL(ov)e yang juga ditulis Rhein Fathia karena temanya mirip, tentang dua orang sahabat berbeda jenis kelamin yang sudah dekat sejak kecil. Namun terdapat beberapa perbedaan yang membuat feel kedua cerita berbeda. Tidak kompleks dan mengambil time frame yang panjang seperti CoupL(ov)e, di Seven Days ini cerita relatif singkat namun tetap padat. Permasalahan yang diangkat dalam novel Seven Days adalah keraguan Nilam untuk menjawab lamaran pacar yang ia cintai, Reza, karena keberadaan Shen, si  sahabat. Di satu sisi Nilam ingin menjawab ya untuk lamaran Reza, namun ia takut "kehilangan" Shen apabila sudah menikah. Dan kemudian, seiring perkembangan cerita, pembaca diajak untuk menebak, sebenarnya siapa yang Nilam cintai, Reza atau Shen, sambil menikmati indahnya pemandangan pulau Bali.

Keraguan yang timbul menjelang menikah mungkin hal yang wajar dialami. Saya bilang mungkin karena saya sejauh ini belum pernah dilamar (ini bukan kode!!), namun kalau dari pembicaraan teman-teman yang sudah menikah, memang begitu kabarnya. Menikah berarti memasuki dunia yang baru, di mana ada bagian masa lalu yang harus dikorbankan. Buat cewek yang suka hang out clubbing sampai pulang malam, tentu hal itu tidak bisa lagi dilakukan setelah bersuami. Mungkin bisa sih,tapi tidak sebebas dulu. Untuk cowok yang dulu suka main game sampai lupa waktu, setelah punya istri tentu akan dimarahi istri jika masih begitu. Keraguan ini muncul dalam berbagai bentuk tergantung masa lalu yang dimiliki seseorang sehingga bisa saja lho hal ini menggagalkan rencana pernikahan. 

Di novel Seven Days, jawaban atas keraguan Nilam muncul dalam bentuk kesempatan untuk berlibur berdua bareng Shen, si sahabat. Walau Nilam memaksudkan liburan itu sebagai tanda perpisahan untuk kedekatan mereka, ternyata yang terjadi di Bali adalah ujian baginya untuk memantapkan hatinya. 

Untuk ukuran novel sesingkat Seven Days (294 halaman untuk buku semungil itu buat saya tergolong singkat) yang memadukan romance dengan travelling, buat saya Rhein Fathia berhasil membuat kisah yang utuh dan nyampe maksudnya ke pembaca. Bukan hanya disuguhkan pemandangan indah Bali yang ditulis cukup detail, perasaan Nilam sebagai narator juga cukup jelas dijabarkan, membuat pembaca akan mengerti jalan pikiran dan perasaan Nilam menghadapi masalah ini. Ya, kisah ini memang diceritakan hanya dari sudut pandang Nilam. Oleh karena itu, jangan heran jika karakter Reza dan Shen tidak dijabarkan dengan detail dan hanya diceritakan dari cara Nilam memandang kedua orang itu. Memang, hal ini mungkin terasa kurang nendang untuk pembaca yang terbiasa dengan sudut pandang orang ketiga. Novel-novel Indonesia kan kebanyakan menggunakan sudut pandang orang ketiga, tidak seperti novel-novel luar negeri yang menggunakan sudut pandang orang pertama. Namun buat saya hal ini justru bagus karena pembaca jadi terfokus untuk memahami Nilam. 

Gaya bercerita Rhein Fathia masih enak diikuti seperti dalam CoupL(ov)e. Walau didominasi deskripsi mengenai spot-spot wisata pulau Dewata, Rhein pun tetap berhasil menyajikan kisah pergulatan batin Nilam dengan utuh. Hanya saja, yang saya rasa sedikit kurang mungkin adalah flash back kejadian-kejadian antara Nilam dan Shen serta Nilam dan Reza yang mungkin bisa semakin membuat pembaca bisa mengerti mengapa kedua pria tersebut sangat berarti bagi Nilam. Namun tidak apa-apa, karena tanpa itu pun saya sudah cukup menikmati novel ini.

Oh iya, ada satu kritik dari saya. Mengenai cover. Saya tidak begitu mengerti mengapa cover novel ini begitu manis dan kekanak-kanakan karena menurut saya kisahnya cukup dewasa. Walau tidak ada adegan yang melanggar batas kesopanan, tetap saja temanya tentang pernikahan. Mungkin penerbit bisa lebih bijaksana memilih desain cover atau menambah label entah Dewasa atau apa, karena kalau labelnya Dewasa kok kesannya ada adegan panasnya, yang dapat mengindikasikan kalau bacaan semacam ini sebaiknya tidak dibaca oleh remaja di bawah umur.

Saya rasa novel ini oke dibaca sebagai bacaan ringan oleh teman-teman usia... mungkin 21 tahun ke atas? Atau setidaknya usia yang sudah siap berpacaran secara serius. hehe.

6 komentar:

  1. Setuju mbak, covernya childish.. Kalo nggak ada "tujuh hari bersamamu"-nya saya juga mikir ini novel buat abege labil hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi.. begitulah.. Sepertinya penerbit lebih mengutamakan selera pasar ketimbang kesesuaian cover sama cerita.

      Hapus
  2. Rating di GR naik turun, ada yang setuju ada juga yang tidak, kelihatannya sih kayaknya memang kurang sesuai..

    BalasHapus
  3. Aku pernah baca buku ini pinjem teman.. lumayan menarik menurutku , jd pengen baca ulang... ^^

    BalasHapus
  4. ceritanya menarik persis covernya...sip

    BalasHapus
  5. Covernya emang ngga nendang banget ya -_- Malah aku kira ini novel remaja diliat dari covernya yang kekanak-kanakan banget -_-

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini