Rabu, 27 November 2013

Point of Retreat

Judul: Point of Retreat (Titik Mundur) (Slammed #2)
Pengarang: Colleen Hoover
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013
Jumlah Halaman:
Harga: Rp. 55.000 (Rp. 46.750 di bukabuku // Rp. 39.000 di Gramediana)


Kisah dalam Point of Retreat berlangsung setelah ibu Layken meninggal dunia karena kanker. Saat ini, Layken dan Will sama-sama bertindak sebagai orang tua dari adik-adik mereka, Kel dan Caulder. Hubungan asmara Layken dan Will tidak lagi perlu ditutup-tutupi karena mereka kini sudah sama-sama kuliah. Di tengah kesibukan mereka kuliah dan mengurus kedua adik mereka, mereka tetap berusaha untuk menjalani hubungan mereka dengan romantis. Will bahkan sudah merencanakan liburan berdua dengan Layken saja.

Masalah mulai terjadi ketika mantan kekasih Will, Vaughn, muncul kembali dan berada di kelas kuliah yang sama dengan Will. Vaughn, yang dulu meninggalkan Will setelah Will kehilangan keluarganya dan harus mengurus Caulder seorang diri, kini merasa menyesal dan meminta kesempatan kedua. Layken yang mendapati Will dekat kembali dengan Vaughn merasa marah dan ragu atas hubungan mereka. Apakah benar Will mencintainya karena memang mencintainya atau hanya karena merasa senasib sepenanggungan dengannya?

Masalah lebih besar muncul tatkala sepulang dari menonton pertunjukan Slam, mobil Layken mengalami kecelakaan dan menyebabkan Layken menderita cedera otak yang parah. Pada saat itu, Will menyadari kalau ternyata ia tidak mengenal Layken seperti yang ia pikir sebelumnya.

Bagaimana kisah Will dan Layken selanjutnya? Mampukah cinta mereka bertahan di tengah ujian?

Seperti sudah saya tulis dalam review Slammed saya, kisah Lake-Will kurang mengena di hati saya. Namun demikian, saya tetap memutuskan untuk membaca kisah selanjutnya, yaitu Point of Retreat demi mengetahui ending dari kisah mereka, yang memang masih mengambang di Slammed. Selain itu, saya juga sudah terlanjur beli e-book-nya *PLAK*

Penilaian saya mengenai buku ini sejujurnya tidak lebih baik dari penilaian saya atas buku Slammed, malah lebih buruk. Namun saya mencoba tidak terlalu emosi dalam menuliskan review ini. Menurut saya, sebenarnya ide untuk menampilkan kisah Layken dan Will pasca kematian ibu Layken sangat menarik karena pembaca bisa dibawa untuk memahami rasanya dituntut menjadi dewasa dan mandiri sebelum waktunya. Selain itu, kisah ini juga berpotensi menghadirkan kisah cinta yang remarkable dan super romantis karena begitu berat rintangan yang harus dihadapi Will dan Layken. Namun sayangnya, kisah terlalu banyak berkutat di hal-hal yang kurang penting. Begitu banyak hal yang sebenarnya tidak perlu dijabarkan secara kronologis dan mendetail. Misalnya, adegan Will membujuk Layken yang mengambek yang sepertinya menghabiskan banyaaak sekali halaman sampai saya yang membacanya bukannya simpati malah kesal dengan kelakuan Will dan Lake. Begitu juga mengenai waktu yang dilewatkan Will ketika menunggui Lake di rumah sakit. Memang sih, dalam keadaan kritis seperti itu waktu akan terasa berjalan lambat. Namun, lagi-lagi, bukannya simpati saya malah merasa bosan membacanya. Kejadian yang menjadi puncak konflik, yang seharusnya bisa dieksplor lebih banyak, justru malah ditulis dengan singkat dan penyelesaiannya pun terkesan sepele.

Kedua tokoh utama, Will dan Layken, masih tidak bisa membuat saya simpati. Malah sejujurnya saya sebal dengan sikap Layken yang keras kepala dan merajuk serta sikap Will yang lembek. Untungnya, lagi-lagi kehadiran adik-adik Layken dan Will, Kel dan Caulder, serta si anak baru yang vegetarian dan sok dewasa, Kiersten, berhasil membuat cerita ini sedikit lebih baik. Isu bullying dan tindakan-tindakan konyol namun patriotik mereka saya dapati cukup menghibur dan mengharukan. Namun, yah, sudah. Begitu saja.

Sedikit kritikan terhadap penerbit Gramedia Pustaka Utama saya berikan atas pemilihan cover yang bernuansa manis dan kekanak-kanakan. Memang sih, gambar di cover sudah sesuai dengan isi cerita, namun dengan banyaknya isu seksual di buku ini, cover yang demikian bisa menyesatkan pembaca. Bisa saja anak-anak mengambil buku ini dan membacanya. Selain itu, di cover belakang juga tidak dicantumkan sasaran pembaca buku ini, apakah anak-anak, remaja atau dewasa.

Akhir kata, ini hanya pendapat saya pribadi. Jika teman-teman menikmati kisah Slammed mungkin teman-teman akan menikmati kisah Point of Retreat juga. Silahkan membaca dan memutuskan sendiri.

7 komentar:

  1. aku malah suka banget buku ini, bagian kecelakaan itu bikin gemes :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya orang-orang kayaknya pada suka tapi aku nggak. Mungkin karena drama banget ya? Aku kan lebih suka baca novel luar ketimbang dalam negeri karena di luar biasanya tokoh-tokohnya datar banget tuh, kurang emosional sedangkan di buku ini (dan Slammed) kan tokoh-tokohnya pada emosional. Jadi bukan bacaanku aja.

      Hapus
  2. wah, jd pengen cepetan beli. hem, tp harus sabar sampai gajian turun..wah, hahah

    BalasHapus
  3. Wah, sudah mau ambil ini dari deretan obral kemaren. Tapi batal karena masih mahal menurutku #pelit-padahal-obral
    Terus, ngeliat review yang bervariasi, jadi galau sendiri juga deh..
    Skip dulu kali ya beli buku ini, hihihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo udah punya Slammed mah menurutku harus baca buku ini, karena walau beberapa orang berpendapat kalau sebaiknya Slammed udah ga usah dilanjutin lagi, buatku penutupnya justru ada di Point of Retreat ini. Nanggung aja. Hehe. Kalo kamu suka sama cerita Slammed, beli aja buku ini. Tapi kalo ga suka, yaa mending nunggu obralan lebih rendah lagi. ehehehe..

      Hapus
  4. bagus kok bukunya. apalagi kalo udah bacca slammed. yang pasti kalo colleen hoover seringnya bagus. worth it dibeli dgn harga original

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini