Minggu, 17 Maret 2013

L

Judul: L
Pengarang: Kristy Nelwan
Tahun Terbit: 2008
Penerbit: PT Grasindo
Jumlah Halaman: 394
Harga: - (stok tidak tersedia, mungkin bisa cari second hand atau obrak-abrik bazzaar buku)



Ava, seorang produser di sebuah stasiun tv lokal berumur 25 tahun, punya kebiasaan aneh. Dia mengoleksi pacar berhuruf awal A-Z. Dan saat ini, mantannya sudah mencapai 25. Tinggal L yang belum ketemu. Semua mantan itu dipacari dengan seenaknya, hanya demi tujuan mengoleksi huruf awal nama mereka, bukan dengan tujuan serius. Ava tidak percaya cinta dan menganggap laki-laki hanya akan menyakiti wanita karena selalu hanya wanita yang berpacaran menggunakan hati. Namun, saat hanya satu huruf yang tersisa, Ava percaya bahwa si L akan menjadi pacar terakhirnya, karena L adalah huruf depan dari kata "Last" dan "Love".

Dalam suatu perjalanan ke Candi Borobudur, Ava berhasil menyentuh tangan arca Buddha ketika teman-temannya tidak ada yang berhasil melakukannya. Menurut kepercayaan, setiap orang yang berhasil memegang tangan sang Buddha dan mengucapkan keinginan, maka keinginannya akan terkabul. Ava pun meminta agar ia menemukan L-nya. Tak disangka, ia malah bertemu seorang lelaki yang menarik di sebuah tenda nasi goreng. Mereka langsung klik dan larut dalam pembicaraan seru. Sayang, nama cowok itu Rei. Bukan L. Setelah itu, tak sengaja Ava dan temannya, Kim, bertemu dengan teman Kim yang ternyata bernama Ludi. Ava segera menganggapnya sebagai sang "L"-nya.

Akhirnya Ava berpacaran dengan Ludi. Ludi bisa dibilang tipe cowok yang sempurna. Baik, tampan, dan punya pekerjaan yang oke. Intinya, semua wanita bakal bahagia deh punya pacar seperti Ludi. Ava pun demikian. Mereka segera bertunangan dan akan segera menikah. Namun, dalam satu perjalanan kerja ke Bali, Ava malah kembali bertemu Rei. Cowok ini selalu saja berdebat dan kata-kataan dengan Ava, namun tanpa disadari Ava, ia malah merasa nyaman dengan Rei. Rei entah kenapa sangat memperhatikan Ava dan selalu berbuat baik pada Ava.

Pertemuan Ava dengan Rei kembali terjadi setelah Ava keluar dari kantornya yang lama di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ternyata Rei kini sekantor dengannya dan mereka pun menjadi dekat kembali, walau banyakan berantemnya ketimbang akrabnya. Biar bagaimanapun, Ava memutuskan untuk tetap setia pada Ludi karena tanggal pernikahan mereka yang kian dekat. Sayang, hati tidak bisa berbohong. Semakin dekat dengan Rei, semakin Ava menyadari kalau ia tidak bisa jauh dari cowok itu. Coba namanya bukan Rei...

Bagaimana kisah Ava selanjutnya? Apakah ia akan tetap bersama "L"-nya atau malah beralih ke "R"?


Ada beberapa alasan yang sebenarnya bisa saja membuat saya tidak menyukai novel ini:
  1. Ceritanya klasik banget, cinta segitiga. Oke deh, terserah si Ava mau punya mantan berapa orang, tapi tetap saja di cerita ini akhirnya dia terlibat dalam cinta segitiga di mana dua sudut segitiga lainnya diisi oleh cowok-cowok yang namanya Ludi dan Rei. Ludi sempurna. Berkarier bagus, sopan, romantis, tampan, dari keluarga baik-baik. Sudah tunangan dengan Ava. Mengingatkan saya akan Raka-nya Cintapuccino. Tapi, sejak kapan sih pembaca tertarik dengan cowok sempurna? Maka cowok satunya lagi pun dimunculkan. Awalnya, saya kira Rei ini akan seperti Nimo, bad boy, dingin, tapi ganteng luar biasa. Ternyata nggak. Kelakuan Rei malah lebih mirip cewek manja di dorama atau manga Jepang lengkap dengan tingkah sok imutnya. Cowok ini baweeel banget dan suka bertingkah kayak anak-anak yang ngumpetin apapun yang dia nggak suka dipegang sama Ava. Err.. kalau disuruh milih antara Rei dan Ludi, saya sih bakal milih Ludi ya.. Sepertinya Ludi lebih bisa diandalkan untuk jadi pemimpin rumah tangga ketimbang Rei
  2. Tingkah laku Ava tuh nggak banget menurut saya. Pertama, harus ya setiap ngomong harus diikuti tiga titik dan satu tanda seru (...!)? Saya serasa sedang mendengarkan orang mengomel langsung di kuping saya padahal saya kan lagi baca buku. Jadi orang cablak sih oke. Malah biasanya orang cablak yang bikin suasana makin hidup. Tapi kalau ngomel melulu wah itu lain ceritanya. Apalagi Ava ini juga sepertinya lebih cepat ngoceh ketimbang berpikir. Ia juga kerap memanggil orang dengan sebutan "Monyet" (sesuatu yang nggak banget menurut saya. Makanya suka bete kalau berdekatan dengan bocah-bocah SMA Swasta pria berseragam kotak-kotak yang punya sapaan "nyet" ke temen-temennya ituuu). Selain itu, Ava juga perokok berat. Tapi oh tapi kenapa dia sepertinya diberkahi banyak keberuntungan? Teman-teman yang baik, orang tua yang sabar dan pengertian, cowok yang perfect, adik yang pintar dan tanggap, bos yang baik dan gaji yang oke... Novel oh novel....
  3. Banyak yang nggak masuk di logika saya. Pertama, apa sih alasan Ava sampai harus koleksi cowok seperti itu? Dia pernah diputusin sama guru bahasa Indonesia? Pernah dihina disleksia sama mantan pacarnya? Jadi player karena sakit hati pernah diputusin mungkin wajar, tapi sampai ngoleksi inisial mantan dari A-Z pastinya butuh alasan spesial, sakit hati yang mendalam sampai-sampai nekad menjalankan misi ajaib begitu. Kedua, nah ini spoiler iniii.... Masa nggak pernah kepikiran nanya nama lengkap teman sih? Jangankan nanya, itu sesuatu yang mudah dicari kali.. Lewat email kantor misalnya, atau friendster (eh friendster? iya, di buku ini belum jaman main facebook, masih jamannya main friendster). Saya aja belum sebulan masuk kantor baru semua sudah tau nama lengkap saya kok!
Yah, itu beberapa alasan yang membuat saya seharusnya tidak suka novel ini. Kenapa seharusnya? Karena kenyataannya, mengesampingkan tiga alasan di atas, saya suka baca novel ini. Ya, saya tidak suka tokoh utamanya. Ya, saya tidak suka tokoh utama prianya. Ya, banyak yang saya pertanyakan di novel ini. Ya, kisah novel ini pasaran banget. Tetapi... Saya suka sekali dengan pikiran-pikiran Kristy Nelwan yang tertuang di dalam novel ini melalui percakapan tokoh-tokohnya, juga detail mengenai kehidupan dunia pertelevisian yang dijabarkan Kristy Nelwan di novel ini.

Saya suka betapa pesan anti rokok berhasil diselipkan dan menyatu dengan cerita. Saya setuju bahwa perokok bukan saja bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya sendiri tapi juga terhadap kesehatan orang-orang di sekitarnya. Lho kok bisa jadi ngomongin rokok sih? Nah, untuk yang ini saya tidak mau memberikan bocoran apa-apa. Harus dibaca sendiri. Yang pasti, kalau perokok membaca novel ini pasti akan merenung keras deh. Saya juga suka cara Kristy Nelwan menceritakan mengenai kematian dengan menggunakan buku Tuesday with Morrie-nya Mitch Albom. Nggak cengeng tapi ngena, menurut saya.  Namun demikian, saya bertanya-tanya juga, sudahkah Kristy Nelwan mengurus izin pengutipan buku tersebut (dan juga lagu-lagu yang syairnya dikutip di buku ini)? Paling yang agak aneh sih bagian penyelipan pesan toleransi antar umat beragama itu. Bukannya apa-apa, tapi saya tidak melihat relevansinya dengan keseluruhan cerita. Mau ada yang agamanya beda atau tidak, sepertinya jalan ceritanya akan sama saja kok.

Sebagai penutup, saya merekomendasikan novel ini kepada teman-teman pembaca. Ini perkenalan saya terhadap tulisan Kristy Nelwan dan saya cukup menikmatinya. Saya harap bisa membaca tulisan-tulisan Kristy Nelwan selanjutnya.


8 komentar:

  1. Blogwalking..
    sepertinya Rei itu nama panggilan ya, nama sbenarnyapakai L
    tebak2 buah manggis :D

    BalasHapus
  2. Soal nama lengkap, itu juga yang "mengganjal" di benak saya pas baca buku ini. Bayangkan, mereka sekantor, trus Ava juga lumayan dekat sama HRD-nya. Masak ga kepikiran nyari nama lengkapnya ya? Padahal di awal dia sempat bertanya-tanya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa! Entah kenapa untuk urusan ini si Ava kurang kepo. Padahal sih gampang banget ngeceknya.

      Hapus
  3. beneran, reviewmu itu lengkap dan sama banget dengan pendapat saya. Saya suka ceritanya tapi banyak "gap" aneh yg bikin saya ga bisa suka sekali dengan novel ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Padahal kalo ngga ada keanehan-keanehan itu, novel ini asyik banget lho buat dibaca

      Hapus
  4. Belum pernah baca, kayaknya seru

    BalasHapus
  5. Saya kadang heran dengan kekurangan-kekurangan begitu... rasanya sangat datar banget dong

    BalasHapus

Berikan pendapatmu mengenai post yang kamu baca di sini